Rasanya kurang lengkap jika makan soto tanpa kerupuk. Apalagi jika kerupuk ikan. Pasti makin joss. Keluarga kami memang keluarga penyuka kriuk-kriuk. Makan harus selalu berpelengkap kerupuk.
Siang itu menjelang makan siang, kucari kerupuk paling enak menurut lidah kami. Kerupuk ikan yang dijual di toko kue sekitar perempatan Jalan Kapten Naseh selalu disuka pembeli. Sayangnya, di tempat itu kurang nyaman tempat parkirnya. Syukurlah, saat itu tidak banyak motor terparkir sehingga aku bisa leluasa memarkir motor di tempat nyaman yang kupilih.
Setelah tuntas membayar barang belanjaan, kuhampiri motor yang terparkir. Kucantolkan dulu kerupuk pada gantungan motor. Kududuki motor sebelum kunci kupasang. Lebih baik kupakai dulu helm biar tertib lantas, pikirku.
Helm yang bertengger pada kaca spion itu langsung kupasang di kepala. Tetiba, "duk!" suara helm yang tengah kuarahkan ke arah kepala beradu dengan helm yang sudah menutupi kepala. Kupandangi gambar diri di kaca spion. Ternyata kepalaku sudah berhelm. Lupa, kalau aku tidak melepas helm saat berbelanja di toko itu. Aku terkaget-kaget memandangi kepalaku yang terbungkus helm, sementara tanganku memegang helm lain yang hendak kukenakan.
"Tak cukup satu helm, Bu?"
Suara tawa tertahan sepasang suami istri membuatku terjaga. Kusimpan helm yang kupegang pada tempat asalnya. Ternyata aku tengah duduk dan hendak mengendarai motor milik orang lain. Kucari dengan pandang bingung, motorku terparkir di sebelahnya.
Dengan muka tomat matang, aku beringsut dari motor dan meminta maaf. Tanpa menunggu lama, kukendarai motorku setelah berkali-kali meminta maaf.
Tawa anak-anakku pecah saat kuceritakan kisahku. Karena sudah lapar, kami langsung menyantap nasi soto.
"Kerupuknya mana, Bu?"
Adduh! Kutepuk jidat. Pasti masih dalam gantungan motor tadi.
Ya sudah. Kami makan tanpa kriuk-kriuk karena kerupuk tak berhasil kubawa pulang.