Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jatuh Bangun Menciptakan Pondok Ngaji Kekinian

24 Mei 2016   23:14 Diperbarui: 24 Mei 2016   23:24 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Santri dan santriawati selalu antusias belajar dengan metode kekinian. Dok. Pribadi

Maghrib tiba, kekhawatiran rumah panggung yang kami tempati di Kampung Sindangkerta Rt 04 Rw 01 Desa/Kec. Pagelaran Kab. Cianjur, ambruk semakin besar. Namun bunyi kreyat-kreyot dari papan lantai yang diinjak puluhan anak-anak sedikitpun tidak mengurangi semangat mereka untuk belajar mengaji. Buktinya kian hari jumlah anak malah semakin nambah. Dari jumlah dibawah sepuluh, belasan, hingga kini mencapai 30 orang!

Melihat antusias anak-anak (yang didukung para orang tuanya) untuk mengaji di rumah membuat saya dan suami merasa semakin besar pula tantangan yang kami hadapi. Bagaimana tidak? Tanggung jawab kami kini bukan hanya sebatas hapalan alif ba ta, tetapi juga ahlak serta karakter baiknya.

Awalnya tidak terlintas sedikitpun bisa mengelola sebuah pondok pengajian anak. Kecuali dulu saya mempunyai keinginan mempunyai perpustakaan, atau taman bacaan yang berguna bukan untuk pribadi, tapi juga siapa saja yang membutuhkan.

Sejak kecil saya sudah senang membaca dan menulis. Semakin besar, kebiasaan itu semakin kuat. Apalagi saat bekerja di luar negeri, setiap majikan yang saya ikuti, baik yang di Singapura, Hong Kong maupun Taiwan, semuanya mempunyai perpustakaan pribadi, dan anak-anaknya semua gila baca!

Keinginan saya untuk punya taman baca semakin besar, manakala beberapa teman-teman buruh migran, sepulangnya ke tanah air mereka membuat perpustakaan/taman baca. Keinginan saya punya taman baca ini bukan karena ikut-ikutan semata, tetapi karena saya memang sudah sejak lama menginginkan koleksi buku bacaan saya bisa bermanfaat. Dan saya merasakan benar betapa pentingnya manfaat membaca bagi karakter serta pengembangan diri setiap individu. Saya pun mengumpulkan buku tidak hanya untuk bacaan dewasa, tetapi juga untuk anak-anak.

Harapan koleksi buku yang saya punya bisa dibaca banyak anak ini tumbuh subur manakala diboyong ke rumah mertua, ternyata suami memiliki murid mengaji walau jumlahnya saat itu masih bisa dihitung dengan jari tangan. Usia anak-anak ini beragam, mulai dari anak tiga tahun, sampai usia 12 tahun. Melihat itu bagi saya ini adalah sebuah peluang, maka berpikir keras bagaimana bisa supaya pengajian anak-anak yang dikelola suami berjalan dan buku bacaan yang saya koleksi pun bisa bermanfaat. Diskusi dan tukar pikiran dengan suami pun sering kami lakukan, mencari jalan bagaimana caranya supaya anak-anak senang mengaji dan gemar membaca.

Sebagian koleksi bacaan Al Hidayah dari Pipiet Senja. Dok. Pribadi
Sebagian koleksi bacaan Al Hidayah dari Pipiet Senja. Dok. Pribadi
Belajar bacaan serta praktek ibadah. Dok. Pribadi
Belajar bacaan serta praktek ibadah. Dok. Pribadi
Maka jadilah sejak April 2012 saya dan suami mempunyai sebuah cita-cita: memiliki pondok ngaji yang kekinian! Syukur-syukur bisa berkembang menjadi sekolah agama Madrasah Diniyah.

20160515-183909-574477f4729373ba0b3fcb1d.jpg
20160515-183909-574477f4729373ba0b3fcb1d.jpg
Hahaha, mungkin Anda merasa kalau cita-cita saya ini muluk-muluk. Warga kampung seperti kami, mana mungkin bisa menciptakan pondok ngaji yang kekinian, yang identik dengan kemajuan jaman, perkembangan teknologi dan jiwa-jiwa anak-anak masa kini yang sudah akrab dengan gadget serta internet? Tapi inilah tantangan. Dengan adanya keinginan ini, otomatis saya harus bisa menyesuaikan diri. Kami harus berusaha keras, bagaimana cara bisa merangkul anak-anak supaya bisa senang mengaji. Menciptakan daya tarik tersendiri supaya anak di kampung pun bisa pandai.

Berbagai upaya pun dicoba. Mulai menerapkan metode belajar dan mengaji ala-ala kota yang saya dapat ilmunya dari pengalaman beberapa teman serta dari hasil pencarian di internet. Suami pun membuat jadwal belajar sehingga setiap malam dari magrib sampai setelah isya pelajaran yang didapat anak tidak hanya Mengaji Ilmu Tajwid atau hafalan rukun/rakaat sholat saja. Tetapi ada Ilmu Fikih, Ahlakul Karimah, Taman Baca, Praktek dan Ilmu Solat, serta wawasan kekinian seperti etika membuang sampah dan informasi lainnya.

Seminggu sekali ada pengajian khusus. Fokus mendoakan kerabat yang sudah tiada. Jika ada salah satu anak yang berulang tahun, dengan kompak semua anak mengaji
Seminggu sekali ada pengajian khusus. Fokus mendoakan kerabat yang sudah tiada. Jika ada salah satu anak yang berulang tahun, dengan kompak semua anak mengaji
Sesekali suami menggunakan komputer untuk mengajar. Membuat ilustrasi menarik terkait pelajaran yang akan diberikan, supaya anak tertarik dan suka. Pantasnya sih pakai layar proyektor, tapi karena kami belum punya jadi memanfaatkan apa saja dulu yang ada dan yang kami bisa. Sekali dalam sebulan, hari Minggu atau libur lainnya saya ajak anak-anak untuk belajar di luar. Gayanya sih seperti piknik atau belajar di alam terbuka ala-ala wisata edukasi pelajar di kota, hahaha. Tapi lokasinya tidak jauh, cukup di pinggir sawah dan sungai belakang rumah. Saat anak senang, pemahaman mereka cukup tajam dan semangat belajarnya makin besar.

Intinya kami menerapkan pedoman belajar di pondok ngaji ini tidak hanya menitikberatkan pada seputar mengaji dan ibadah saja, tetapi juga memperhatikan dasar-dasar pertumbuhan dan perkembangan anak. Seperti perkembangan moral, perkembangan fisik, daya pikir, daya cipta, sikap serta emosi, bahasa dan komunikasi, yang kesemuanya disesuaikan dengan usia anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun