Kalau malam, penjual nasi goreng yang sudah jadi langganan kami juga mangkal di dekat jalan masuk parkiran masjid. Di dekat penyimpanan motor, ada warung kecil dan penjual bakso tahu. Si bapak penjualnya adalah petugas kebersihan dan kerapihan tempat wudhu dan kamar mandi masjid. Sesekali saya lihat si bapak juga suka ngecek lampu atau kipas angin dan AC mana yang harus dimatikan.
Masjid Al Asykar Yonif Raider 300 jangan dipandang sebagai masjid sekuler yang mana membuka masjid hanya ketika waktu salat berjamaah akan berlangsung lalu menguncinya lagi ketika solat selesai. Masjid Al Asykar Yonif Raider 300 tak pernah mengusir para gelandangan atau musafir ketika mereka hendak tidur di masjid dengan alasan keamanan atau kepantasan.
Semua itu mengingatkan kisah yang sering disampaikan para ulama bahwa pada zaman Rasul dan beberapa generasi setelahnya pun Masjid Nabawi adalah rumah bagi para gelandangan dan pemuda bujangan.
Sikap itu disadari atau tidak membuat orang-orang secara tidak sadar menjadi betah dan menjadi bagian dari masjid. Anak-anak tidak enggan lagi pergi ke masjid karena tak ingin dimarahi. Para pemuda dan pemudi tetap berdatangan ke masjid ini karena banyak kegiatan yang bisa diikuti. Jangan takut dicap alim dan tidak gaul jika berada di lingkungan Masjid Al Asykar ini.
Menjadikan masjid jadi tempat yang terbuka sungguh sangat menyenangkan kita yang melihatnya. Membiarkan anak-anak bermain di sekitar masjid tanpa perlu menegur secara kasar karena pengelola masjid turut menyediakan mentor pendamping belajar, di luar pelajaran-pelajaran agama adalah sebuah solusi untuk menanamkan cinta dan hormat kepada anak-anak terhadap rumah ibadah yang ramah.
Pengelola masjid juga saya lihat rutin menyediakan sabun, sampo, dan pasta gigi di kamar mandi yang airnya berlimpah agar para tamu dan musafir berkesempatan untuk membersihkan diri secara maksimal sebelum menghadap Sang Pencipta.
Masih banyak hal yang belum saya ketahui lebih jauh terkait masjid prajurit Al Asykar Yonif Raider 300 yang bikin hati semakin takjub ini. Semenjak pandemi, kami sendiri tidak pernah menginap lama di rumah di Cianjur. Adanya pembatasan skala besar membuat kami memilih lebih baik di rumah di Pagelaran saja.
Pembatasan semakin ketat ketika tahun lalu prajurit Yonif Raider 300 yang baru pulang bertugas dari Papua ada yang positif covid-19. Meski isolasi dilakukan ketat di barak namun demi keamanan dan antisipasi maka semuanya diperketat. Hingga Ramadan sekarang, kami pun belum ada kesempatan lagi untuk mengunjungi masjid yang sangat berkesan dan berjasa bagi kami itu.
Untuk mengurangi kerinduan kami terhadap masjid yang gagah namun ramah itu saya tuangkan sebagian kecilnya di cerita ini. Semoga saja pandemi segera berakhir sehingga aktivitas kita bisa bebas seperti sebelumnya. Aamiin...