Kita mengetahui bahwa bekerja di sebuah perusahaan bukanlah hanya soal menyelesaikan tugas yang ada di meja kerja. Dunia kerja saat ini penuh dengan tuntutan yang melampaui sekadar target angka atau proyek yang rampung.
Di balik itu semua, ada dimensi lain yang harus dipenuhi oleh setiap karyawan, yaitu menjaga kepercayaan.
Ditambah dengan isu pemangkasan karyawan atau layoff yang menghantui berbagai industri saat ini membuat nilai seperti integritas dan loyalitas menjadi mata uang yang jauh lebih berharga dibanding sekadar keterampilan teknis.
Namun di sinilah titik dilema itu muncul. Kita tidak bekerja sendirian. Ada rekan kerja, atasan, dan pihak eksternal yang ikut berperan dalam keberhasilan atau kegagalan suatu pekerjaan.
Ketika salah satu pihak lalai atau mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan tim, gesekan komunikasi pada sebuah tim menjadi tak terhindarkan dari omongan rapat ke rapat kerja.
Antara Janji dan Kenyataan di Lapangan
Salah satu fondasi kerjasama bersama tim adalah janji yang dipegang teguh. Jika kita mengatakan akan menyelesaikan tugas hari ini, maka itu bukan sekadar rencana melainkan komitmen yang memengaruhi keseluruhan rantai kerja.
Sayangnya, sering kali ada saja alasan yang diberikan untuk menunda pekerjaan, mulai dari kesibukan pribadi, urusan mendesak yang tiba-tiba muncul, hingga sekadar tidak siap menghadapi tekanan hari itu.
Masalahnya, di dunia kerja, alasan pribadi jarang mampu membendung konsekuensi profesional.Â
Apalagi ketika atasan menilai performa secara keseluruhan, mereka tidak hanya melihat hasil akhir tetapi juga proses dan konsistensi.