Ketika kecil, kita sering diberi nasihat untuk mengejar passion. Katanya, kalau kita mencintai apa yang kita kerjakan, kita tidak akan merasa bekerja seumur hidup. Kedengarannya manis. Sampai kenyataan datang membawa excel sheet, deadline, dan notifikasi portal kerja tanpa henti. Lalu kita sadar, passion saja ternyata tidak cukup.
Dunia kerja saat ini tidak menunggu siapa pun yang berjalan di tempat. Satu skill bisa jadi populer hari ini, lalu ketinggalan zaman bulan depan. Posisi kerja pun sudah makin cair. Tiba-tiba social media specialist dituntut bisa ngedit video, data analyst diminta ngerti storytelling, dan customer service harus jago emosi stabil ketika ditanyai "kapan saya dibalas?" untuk ketiga kalinya dalam sejam.
Inilah kenapa belajar skill baru menjadi kebutuhan, bukan tambahan. Passion boleh tetap jadi bahan bakar utama, tapi skill adalah stir dan rem yang menjaga kita tetap melaju ke arah yang benar dan tidak menabrak kenyataan. Tidak ada salahnya mencintai pekerjaan kita, tapi lebih penting lagi untuk menguasai alat kerja kita.Â
Sebab kalau tidak, ya, siap-siap tenggelam di tengah gelombang kompetisi yang makin tinggi.
Belum lagi, sistem kerja sekarang mendorong banyak dari kita untuk multi-peran. Bos ingin timnya gesit dan serba bisa, sementara waktu tetap hanya 24 jam. Ini membuat siapa pun yang punya skill tambahan lebih mudah menyesuaikan diri, terutama saat dunia berubah cepat seperti sekarang. Adaptabilitas bukan cuma soal bertahan hidup, tapi juga soal membuka peluang baru.
Skill Bukan Sekadar Sertifikat, Tapi Keberanian Belajar Lagi
Salah satu tantangan terbesar saat ingin belajar skill baru adalah rasa malu. "Aku kan bukan anak teknik," atau "Aku udah telat mulai," sering jadi pembisik yang menghalangi langkah. Padahal, semua orang yang jago hari ini, dulunya juga pernah bingung buka menu pertama di software baru.
Kabar baiknya, belajar skill baru di era digital tidak lagi semahal les privat seminggu tiga kali. Banyak sumber gratis, mentor daring, bahkan komunitas yang suportif. Tinggal keberanian kita untuk menyisihkan waktu dan membuka kepala. Skill bukan sekadar soal sertifikat yang bisa dipajang di LinkedIn, tapi juga tentang keberanian kita untuk jadi "murid" lagi. Dan jadi murid itu artinya siap salah, siap gagal, dan siap belajar ulang.
Dunia Kerja Tidak Lagi Ramah untuk yang StagnanÂ
Jika Anda merasa takut tertinggal, itu bukan sinyal untuk menyerah. Justru itu tanda bahwa Anda cukup sadar untuk tumbuh. Tidak ada yang terlalu terlambat selama Anda masih mau mencoba. Apalagi untuk Gen Z yang dikenal adaptif dan cepat belajar, membangun skill baru bisa jadi kekuatan super yang tidak hanya menyelamatkan karier, tapi juga memberi makna baru dalam pekerjaan.