Dengan memahami bahwa feedback adalah bagian dari proses belajar, Gen Z dapat lebih terbuka dalam menerimanya tanpa merasa terancam.
Saat menerima kritik, penting juga untuk mengelola respons emosional agar tidak langsung merasa tersinggung atau terpuruk. Salah satu cara efektif adalah dengan mengambil jeda sejenak sebelum memberikan reaksi.Â
Mendengarkan dengan saksama tanpa langsung menyela juga dapat membantu memahami maksud dari feedback yang diberikan. Selain itu, mengajukan pertanyaan klarifikasi bisa menjadi langkah yang baik untuk memastikan bahwa kritik tersebut dapat diterima dan diolah dengan lebih objektif.
Membangun Pola Pikir yang Lebih Terbuka
Mengubah cara pandang terhadap kritik adalah langkah pertama. Alih-alih melihatnya sebagai sesuatu yang menjatuhkan, feedback sebaiknya dipandang sebagai alat untuk berkembang.Â
Tidak semua kritik bersifat negatif. Banyak di antaranya justru diberikan dengan niat membantu. Mempraktikkan pemisahan antara diri pribadi dan performa kerja bisa membantu agar tidak terlalu emosional saat menerima masukan.
Membangun kebiasaan untuk meminta feedback juga dapat menjadi latihan yang efektif.
Ketika seseorang terbiasa menerima kritik dalam porsi kecil secara berkala, lama-kelamaan sensitivitas terhadapnya akan berkurang. Ini juga menciptakan lingkungan kerja yang lebih terbuka dan kolaboratif.
Gen Z memiliki banyak potensi untuk berkembang di dunia kerja. Salah satu keterampilan yang perlu diperkuat adalah bagaimana menerima kritik dengan kepala dingin. Dengan pola pikir yang lebih terbuka dan pendekatan yang lebih fleksibel, kritik bukan lagi sesuatu yang menakutkan, melainkan peluang untuk menjadi lebih baik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI