Kadang, bukan seseorang yang tidak bisa move on, tetapi lingkungan sekitar yang membuatnya merasa harus bertahan.
Misalnya, komentar teman yang mempertanyakan keputusan untuk pergi setelah sekian lama bertahan. Atau nasihat keluarga yang mengarah ke pasrah total, seolah bertahan adalah satu-satunya pilihan yang benar. Tekanan sosial ini sering membuat seseorang takut terlihat gagal, padahal kegagalan bukan berarti akhir dari segalanya.
Selain itu, komunikasi juga berperan penting dalam menentukan apakah menunggu masih layak dilakukan. Jika komunikasi dalam hubungan tidak berjalan baik, sering terjadi kesalahpahaman, atau bahkan tidak ada kepastian yang diberikan, mungkin sudah saatnya mempertimbangkan kembali keputusan untuk bertahan.Â
Percakapan yang jujur dan terbuka bisa membantu menghindari harapan palsu yang hanya akan membuang-buang waktu.
Jadi, Kapan Harus Menunggu dan Kapan Harus Move On?
Menunggu boleh, asal ada progres.Â
Jika dalam waktu yang wajar tidak ada perkembangan, mungkin saatnya bertanya kepada diri sendiri, "Apakah saya masih di sini karena benar-benar ingin, atau hanya karena takut melepaskan?"
Jangan sampai terus-menerus menunggu seseorang yang bahkan tidak yakin apakah ia mau tetap berada dalam hidup kita atau tidak.
Move on bukan berarti menyerah, tetapi memilih untuk menginvestasikan waktu dan energi ke hal yang lebih pasti. Apabila sudah terlalu lelah menunggu, mungkin sudah waktunya beralih ke hal-hal yang bisa dikontrol, seperti kebahagiaan diri sendiri.Â
Lebih baik sibuk menikmati hidup sendiri daripada sibuk menunggu seseorang yang bahkan tidak menyadari keberadaan kita.
Pada akhirnya, hidup adalah tentang memilih. Bertahan atau pergi, entah menunggu atau melangkah maju, semua keputusan ada di tangan Anda. Yang terpenting, jangan biarkan diri terjebak dalam ketidakpastian yang hanya menguras waktu dan perasaan.Â