Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Apa yang Patut Aku Harapkan dari Natal dan Tahun Baru?

24 Desember 2021   12:47 Diperbarui: 25 Desember 2021   04:35 922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto close up pohon Natal oleh Kevin Bidwell dari Pexels

Hanya ada 6 batang lilin yang dinyalakan oleh anak-anak ketika lagu "Malam Kudus" dinyanyikan. Sebagian anggota keluarga hanya bisa mengikutinya dari benua lain nun di sana, lewat layar telefon genggamnya.

Refleksi dan kesaksian pribadi seorang anak yang melihat tahun ini sebagai tahun yang penuh ketegangan dan kesedihan mungkin tidak berlaku sama bagi semua orang dan keluarga. Namun, melihat kenyataan di sekitar kita, entah langsung atau tidak, pandemi memang membawa serta banyak ketegangan dan kesedihan bersamanya.

Apakah soal kesehatan, ekonomi, pekerjaan, pendidikan anak-anak, kehilangan anggota keluarga, keharmonisan rumah tangga, yang kesemuanya berada di lingkungan dalam rumah tangga. Begitu juga hal-hal di luar lingkungan rumah tangga yang tampaknya tidak terkait langsung, tapi pada dasarnya membawa pengaruh terhadap keluarga.

Katakanlah situasi perekonomian negara, masalah politik lokal dan nasional, dan hal-hal lainnya yang tampaknya bukan menjadi urusan langsung kita. Semuanya telah menjadi berbeda, kalau tak terlihat kasat mata, sekurang-kurangnya ia terasa.  

Lalu apa yang bisa kita harapkan dari sebuah masa yang penuh dengan ketegangan dan kesedihan?

 

Iman dan Pengharapan

Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. (Kitab Ibrani Pasal 11 ayat 1)

Bila bersandar pada kenyataan yang terlihat secara kasat mata, kita memang bisa saja kehilangan pengharapan di saat begitu banyak ketegangan dan kesedihan entah karena disebabkan oleh apa saja.

Namun, apa yang diharapkan justru memang karena kita belum melihatnya, belum mendapatkannya. Bahwa akan ada pelangi sehabis hujan, akan ada senyuman setelah kesedihan berlalu.

Tentu saja tidak semudah mengucapkannya. Bagaimana bisa melihat adanya harapan di balik kenyataan yang memuakkan? Kita muak pada kemunafikan, kemiskinan, kebodohan, penderitaan, dan lain sebagainya. Bisa saja kenyataan memuakkan itu terjadi dalam diri kita sendiri atau juga di sekitar kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun