Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dalam Ikan, Badai dan Harapan Hanya Sejauh Lelucon dan Tragedi Kehidupan

28 April 2020   13:24 Diperbarui: 28 April 2020   13:25 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Cape of Good Hope, panorama dari tebing di atas Cape Point ( www.explore-share.com)

Puisi adalah jalan evolusi kata dalam bahasa.

Ada ajaran dalam agama yang mengatakan bahwa manusia berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah. Dalam kepercayaan tradisionil yang lebih tua, ada yang mempercayai bahwa yang kembali ke tanah adalah jasad, sementara itu nafas kembali ke alam menjadi angin, rambut kembali menjadi ijuk, jiwa kembali ke alam roh, dan tulang menjadi batu.

Begitulah bumi. Ia adalah tempat berpijak bagi banyak sekali kaki, tempat bersandar bagi banyak sekali kepala, dan tempat yang menyediakan makanan bagi banyak sekali mulut yang menganga. Itu meliputi milyaran pemikiran dengan masing-masing kepentingan. Namun, bumi nampaknya masih bertahan menyangga semua hal itu hingga saat ini.

Empat elemen dasar alam yang dikenal manusia jauh lebih dahulu dari unsur-unsur sebagaimana yang tercatat pada tabel periodik unsur-unsur, yakni tanah, air, angin dan api. 

Dalam seni dan sastra pun banyak yang dilukiskan manusia atas keempat elemen ini. Ada berwujud simbol, lukisan, pahatan, ukiran, puisi, lagu, maupun film. Ada yang tampil dalam emosi mars, sebuah ode, hymne, maupun elegi.

Semua hal itu, alam yang dikaitan dengan kepercayaan, seni dan sastra, mapun hal lain yang berhubungan dengan peradaban manusia, menegaskan bahwa manusia dan alam memiliki keterkaitan yang erat. Namun, sadar atau tidak, manusia seringkali menempatkan dirinya dan alam dalam hubungan antara sayang dan malang, silih berganti.

Bumi adalah sebuah planet yang secara geografis terdiri atas 70% laut. Maka, sederhananya pastilah lebih banyak makhluk yang hidup di air.

Dalam sebuah film fiksi berjudul Waterworld (1995), yang dibintangi oleh Kevin Costner, diceritakan bahwa pada suatu waktu hampir seluruh bagian daratan di bumi telah tertutup oleh air laut yang berasal dari lapisan es di kutub yang mencair. Kota New York dengan gedung-gedung pencakar langitnya yang ikonik telah terbenam jauh di dasar laut.

Adapun "daratan" yang bisa menjadi tempat berpijak hanya berupa rangka besi tua dari bangkai-bangkai kapal karam dan rongsokan lainnya, yang dirangkai sedemikian rupa hingga menyerupai atol (pulau karang). 

Daratan buatan ini mengapung di permukaan laut, menjadi rumah tempat tinggal dengan atap darurat dari tenda dan kain-kain sobek. Ini adalah gambaran rumah tinggal yang kumuh di masa depan, yang saat ini sebenarnya juga sudah menjadi bagian masa lalu.

Satu-satunya daratan alami yang diyakini masih ada pada masa itu adalah apa yang mereka sebut sebagai Dryland. Sesuai petunjuk peta tersembunyi yang dilukis pada punggung seorang bocah perempuan bernama Nola, Dryland adalah daratan dalam peta dunia yang kita kenal sebagai Tanjung Harapan atau Cape of Good Hope.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun