Di balik semua kesedihan dalam hidup, ternyata manusia masih mampu mengekspresikan kecintaannya akan keindahan. Selene mengalami kehilangan seluruh anggota keluarganya.Â
Setelah ayahnya mati dibunuh dan ibunya Cleopatra bunuh diri di Mesir, kakaknya Caesarion dan Antillus meninggal di Mesir dalam usia masih belasan tahun, serta adiknya Ptolomeus mati karena influenza dan dikuburkan di Laut Tengah dalam perjalanan pembuangan tanpa pernah mencapai Roma, dalam usia yang bahkan belum sepuluh tahun, Selene juga kehilangan saudara kembarnya, Alexander, di ulang tahunnya yang ke-15 saat ia dibunuh secara misterius di Villa Palatina.
Selene masih bisa menyembuhkan rasa pedihnya meskipun lama kemudian, melalui sketsa-sketsa terbaiknya yang tersimpan abadi pada mozaik-mozaik indah kuil Pantheon di Roma. Bahkan bersama Juba suaminya yang selanjutnya menjadi raja Mauritania, Selene bahkan merancang sendiri arsitektur kota Caesarea sebagai ibu kota kerajaan, yang dipandang hampir menyerupai Alexandria, ibu kota kerajaan Mesir tanah kelahirannya dulu.
Bukan mengharapkan keajaiban terjadi, namun setelah membagikan 16 sketsa dan lukisan pensil maupun krayon anak usia 11 tahun ini ke Instagram, saya pun terhubung ke puluhan seniman dan penikmat seni, baik sketsa, arsitektur, desainer interior maupun fotografer dari berbagai belahan dunia.Â
Lebih beruntung dibanding Selene, hari ini Peniel (nama anak saya itu), bisa melakukan pameran tunggal karya sketsa dan beberapa lukisan crayonnya, karena ada media sejenis Kompasiana. Terimakasih.
Bukan tidak mungkin sebagian dari mereka, para seniman yang terhubungi tanpa sengaja lewat media, ada yang nenek buyutnya adalah keturunan Selene maupun Vitruvius. Beberapa memang ada dari India, Rusia, Mexico, Panama, Amerika, dan tempat-tempat lainnya. Siapa tahu?
Referensi:
Michelle Moran, Selene, Penerbit Esensi, Jakarta: 2009