Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Sejujurnya, Sudikah Pejabat Publik Menjadi Pelayan?

6 November 2019   01:57 Diperbarui: 6 November 2019   13:30 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto dari Arief Budiman, Karanganyar (Layani Kesehatan Warga di pinggir jalan)

"Perubahan pola pikir dan pola kerja para pejabat publik di birokrasi pemerintahan, di tengah semangat kompetisi, berbagai sektor kehidupan masyarakat saat ini menjadi sebuah keniscayaan."

Menurut Ben Dupre dalam bukunya "50 Gagasan Besar yang Perlu Anda Ketahui," ada perbedaan mendasar dari apa yang disebut sebagai gagasan cemerlang dengan apa yang disebut sebagai gagasan besar.

Gagasan cemerlang menurutnya adalah sebuah skema cerdik dan menarik, tapi gagal saat kekosongan esensialnya mulai tampak.

Sementara itu, gagasan besar bisa dikatakan sebagai gagasan yang langka, itu adalah gagasan yang berisi ide-ide dengan konsep yang lengkap, muncul pada waktu yang tepat, membawa ambisi yang orisinal, dan menimbulkan efek yang besar.

Bila ke-50 gagasan besar yang dirangkum Dupre itu dikategorisasi, maka sekurang-kurangnya seluruhnya dapat dibagi ke dalam 4 bagian. 

Pertama, yakni gagasan yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Gagasan seperti ini misalnya berisi ide yang terkait dengan kebebasan dan akal sehat.

Kedua, adalah gagasan yang memusingkan. Gagasan yang terkait dengan teori ledakan besar atau Big Bang dalam menjelaskan asal usul ruang dan waktu, atau teori tentang Chaos untuk menjelaskan keteraturan dalam ketidakteraturan, adalah sebagai gagasan yang memusingkan.

Ketiga, adalah gagasan yang misterius. Termasuk ke dalam bagian gagasan ini adalah ide tentang takdir dan surealisme. Bagaimana tidak, apa lagi yang bisa dihasilan dari menggabungkan dua keadaan yang kontradiktif, mimpi dan realitas, selain menghasilkan realita absolut berupa misteri.

Keempat, adalah gagasan yang tercela. Tidak salah lagi, yang termasuk kedalam gagasan yang seperti itu adalah segala ide yang mengakibatkan luka dan kepedihan, katakanlah semisal fasisme, rasisme dan lain-lain yang sejenisnya.

Namun, ada satu kesamaan dari semua gagasan besar di keempat kategori itu, yakni bahwa semua gagasan itu telah meninggalkan kesan yang mendalam dalam sejarah peradaban umat manusia.

Bila ide-ide di atas ditarik ke dalam hal yang lebih kecil, misalnya ide yang mengkonsepsi jabatan pejabat publik sebagai jabatan pelayan mungkin hanya mapan sebagai slogan, tapi dalam realitas gagasan itu mungkin masih mengundang beragam pertanyaan, memusingkan, misterius atau bahkan dipandang tercela juga oleh sebagain.

Meskipun demikian, memang sudah tidak kurang banyak juga contoh baiknya dalam penerapan, bahwa banyak pejabat yang mampu sekurang-kurangnya tampak sebagai pelayan.

Menggunakan, konsep gagasan Ben Dupre, dalam memandang jabatan pejabat publik sebagai jabatan pelayan, kita dapat menggunakan beberapa ide yang terkait untuk menjadi batu ujian.

Setidaknya kita bisa menggunakan ide dari gagasan tentang modernisme, karena kita sedang berada di zaman itu. Kemudian gagasan tentang nasionalisme, yang diperlukan terkait dengan makna tanggung jawab pejabat publik dalam kaitannya dengan kehidupan bernegara.

Lalu yang ketiga adalah gagasan tentang kontrak sosial, dalam kaitannya dengan hubungan pejabat publik dengan masyarakat yang dilayaninya.

Gagasan tentang Modernisme
Inti dari gagasan modernisme dalam kajian menurut Ben Dupre ini adalah adanya guncangan dari sesuatu yang baru. Perubahan pola pikir dan pola kerja para pejabat publik di birokrasi pemerintahan, di tengah semangat kompetisi, berbagai sektor kehidupan masyarakat saat ini menjadi sebuah keniscayaan. 

Perubahan yang semakin signifikan itu, perlu diikuti dengan peningkatan kapasitas dan kompetensi aparatur sesuai dengan tuntutan kebutuhan.

Hal itu penting karena para pejabat publik adalah pejabat yang bertanggungjawab memimpin pelaksanaan seluruh kegiatan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan. 

Kinerja para pejabat publik sangat menentukan keberhasilan pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Saat ini kita hidup dalam peradaban yang sudah sama sekali berbeda. Cara kerja yang dulunya sangat birokratik, bertahan di zona nyaman, sangat hirarkis dan berbasis regulasi yang monopolis sesungguhnya telah berakhir.

Kita tengah berada pada era dimana teknologi dan informasi digital berkembang begitu pesatnya. Segala sesuatu yang tadinya bergerak secara linear dan beruntun, berubah menjadi sirkular dan bergerak serentak. 

Informasi yang tadinya bersifat simetris menjadi lebih transparan dan lebih demokratis. Akibatnya, cara kerja dituntut berubah menjadi lebih kompetitif, ramping, demokratis dan menuntut lebih banyak pendekatan kewirausahaan.

Terlambat atau gagal beradaptasi dengan peradaban baru ini, maka yang kemudian akan segera datang tidak lain adalah krisis. Ditandai dengan turunnya etos kerja, manajemen organisasi yang tidak teratur dan rendahnya tingkat kepercayaan antar individu dalam organisasi.

Padahal manusia memerlukan kepercayaan dalam bekerja, karena kepercayaan menimbulkan keyakinan, harapan, dan kesatuan yang mendorong mereka terus bekerja, membangun spirit kebersamaan dan memberikan arti bagi kehidupan.

Menerapkan sesuatu yang baru jelas tidak mudah, direspons dengan banyak keragu-raguan, dan antisipatif terhadap banyaknya hal yang tidak mudah untuk diperkirakan.

Sesuatu yang baru membutuhkan waktu untuk bisa diterima sepenuhnya. Segala sesuatu yang sudah menjadi biasa dimasa lalu butuh waktu untuk menjadi jelas kembali.

Di saat nilai-nilai lama sudah tidak relevan untuk dipertahankan, sementara nilai-nilai baru belum terbentuk seutuhnya, maka sangat dibutuhkan komitmen berbagai pihak untuk dapat tampil sebagai pelopor dan motivator dalam membina ikatan nilai yang kuat antar bagian dalam organisasi, agar organisasi dapat bekerja secara efektif.

Segala tantangan yang mungkin timbul harus dipahami sebagai bagian pendewasaan yang penting untuk dihadapi dengan tegar, hingga pada saatnya nanti, budaya baru akan terbentuk dan diterima secara luas oleh seluruh bagian organisasi. Pada saat itu, semuanya akan menikmati satu kesatuan budaya kerja yang baru.

Ada sebuah kisah yang bisa dijadikan contoh bagaimana penentangan atas kemajuan bisa memukul balik bagi sipenentang yang justru akhirnya malah mempertontonkan kekonyolan.

Adalah Don Quixote de La Mancha, kesatria berwajah murung yang merasa dirinya sudah berusia 400 tahun. Ia juga mempercayai dirinya sebagai kesatria yang lahir atas kehendak ilahi untuk mengembalikan lagi kejayaan kesatria yang hilang.

Akibat terlalu menikmati kejayaan masa lalunya, Don Quixote mengalami guncangan dari sesuatu yang baru. Ia menyerbu dengan gagah berani kincir angin yang diyakininya sebagai raksasa, menggunakan tombak sambil berkuda. Maka yang ada adalah ia babak belur, dan tentu saja ditertawakan penonton.

Gagasan tentang Nasionalisme
Gagasan tentang nasionalisme dewasa ini sering kali justru menjadi ide yang hanya mengundang tawa karena dirasa sebagai sesuatu yang lucu.

Bahkan jauh sebelumnya, pada tahun 1931, Richard Aldington, seorang novelis dan penyair dari Inggris, mengatakan bahwa nasionalisme itu ibarat ayam jantan pandir yang berkokok di atas tumpukan kotorannya sendiri.

Respons menertawakan sesuatu yang secara nilai sebenarnya baik, atau bahkan menyindirnya, tetap tidak mengurangi nilai penting nasionalisme. Justru ia ditertawakan dan disindir, karena itu hanyalah nilai kosong yang tidak hidup.

Hanya eksis di slogan, pada kenyataannya mungkin hampir tidak ada lagi orang yang lebih mengutamakan kepentingan umum dan masyarakat di atas kepentingan pribadi atau golongan. Barangkali bahkan pejabat publik pun tidak.

Dengan gagasan inti bahwa nasionalisme tampak sebagai campak dari ras manusia, sisi lainnya tampak melalui sikap patriotisme, yang merupakan makna yang hidup dari tanggung jawab kolektif masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.

Tidak mungkin tidak ada alasan mengapa sejumlah orang tetap tergerak hidup bersama di sebuah negara dengan aturan kalau bukan karena adanya rasa kecintaan.

Kalau tidak demikian, tidak mungkin masih ada orang yang setidaknya tampak patriotik manakala rasa nasionalismenya terusik.

Gagasan tentang Kontrak Sosial
Ada satu nilai dalam organisasi yang berlaku secara universal, di segala tempat dan zaman, bahwa untuk bisa bersama sangat dibutuhkan adanya rasa saling percaya. 

Orang tidak akan peduli seberapa banyak hal yang anda tahu, sampai mereka tahu seberapa banyak anda peduli. Dengan itulah masyarakat dibentuk, bahwa gagasan inti kontrak sosial adalah masyarakat yang disebabkan oleh persetujuan.

Aparatur pemerintahan, termasuk di dalamnya pejabat publik, mungkin tidak memilih untuk datang ke suatu tempat tertentu pada pukul 9:00 dari Senin sampai Jumat.

Namun, ia siap untuk menempatkan dirinya di bawah suatu kewajiban untuk dipenuhinya, dengan syarat bahwa orang lain diharuskan membayar sejumlah uang yang disepakati ke dalam rekeningnya setiap bulan.

Slogan mengutamakan kepentingan umum dan masyarakat di atas kepentingan pribadi atau golongan pun sebenarnya telah mendapatkan pertanyaan dan kritik keras melalui pendapat Thomas Hobbes pada tahun 1651, yang mengatakan bahwa "Tentang tindakan sukarela setiap manusia, tujuannya adalah kebaikan untuk dirinya sendiri."

Maka, apa yang perlu dibanggakan oleh seorang pejabat publik yang bekerja dengan baik melayani masyarakat, kalau untuk itu ia telah digaji dan diberikan fasilitas, selain membanggakan kesempatan yang telah diberikan kepadanya sebagai pelayan untuk melayani sebaik-baiknya?

Karena jelas seharusnya lebih besar orang yang duduk dilayani, dari pada mereka yang berdiri melayani. Bila tidak demikian apakah bedanya pelayan dengan tuan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun