Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Pesan Moral Pak Tong di Hari Buku, Memandang Promiskuitas dalam Negeri Lintasan Petir

24 April 2019   11:12 Diperbarui: 24 April 2019   11:24 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bertobatlah! dan hidup suci.

Frasa di atas adalah sebuah seruan yang menjadi tajuk dari acara Kebaktian Pembaharuan Iman Nasional yang dilaksanakan di Kabanjahe-Sumatera Utara, pada Selasa, tanggal 23 April 2019 yang lalu. 

Acara kebaktian dengan ceramah yang disampaikan oleh Pdt. DR. Stephen Tong ini, merupakan puncak dari sebuah rangkaian acara yang didahului dengan seminar bagi para pelayan jemaat dan kebaktian kebangunan iman bagi para pemuda. 

Acara ini dilaksanakan dalam rangka peringatan 129 tahun sampainya pekabaran Injil di Tanah Karo, kepada orang-orang Karo, salah satu etnis yang ada di Indonesia (18 April 1890-18 April 2019).

Pak Tong, begitu salah seorang murid dan rekannya menyapanya, mengatakan bahwa bertobat bukan tentang berubah sifat atau berubah kelakuan. Seorang yang dulu keras sekarang berubah menjadi lembut, seorang yang dulu pemarah sekarang berubah menjadi pendiam, itu bukanlah pertobatan.

Menurutnya, dalam sudut pandang negatif, bertobat berarti meninggalkan kejahatan, tidak curang, tidak menipu, dan sebagainya. Namun, dalam sudut pandang positif, bertobat berarti melakukan kebaikan, berlaku adil, berlaku jujur, sebagaimana Kristus melakukan. Orang yang bertobat adalah orang yang mengubah arah hidupnya kepada Tuhan.

Apa yang penting dari seruan seorang pendeta yang sudah tua seperti Pak Tong, kalau seruan itu telah lama menjadi seruan yang sama dan berulang-ulang sejak dari padang gurun hingga peradaban yang bising dengan pencakar langit? 

Tapi justru dalam umurnya yang tua, delapan puluh tahun, seruan Pak Tong menjadi penting, karena disampaikan dengan berani, bijak, berwibawa dan melekat kepada realita. 

Ia bahkan mengatakan bukan tidak mungkin, ceramahnya kali ini menjadi ceramah perpisahan karena umurnya yang sudah tua. Apa yang lebih penting bagi seorang yang sudah tua? selain menyampaikan pesan kebenaran dengan jujur, dengan maksud memperlengkapi generasi penerusnya dengan semua bekal terbaik yang bisa dia tinggalkan. Yang dia rangkum melalui pengalaman selama hidup yang dia jalani.

Dalam "Negeri Lintasan Petir" sebuah novel tulisan Gerson Poyk, novelis asal Nusa Tenggara Timur, digambarkan bagaimana "Promiskuitas" terjadi dalam kehidupan orang-orang zaman modern. Promiskuitas merupakan praktik melakukan seks bebas secara sering dengan pasangan yang berbeda atau tidak pandang bulu dalam memilih pasangan seksual. Contoh perilaku yang umum dilihat promiskuiti oleh banyak budaya adalah cinta satu malam.

Pada novel itu, digambarkan bagaimana Promiskuitas terjadi banyak dalam kehidupan orang-orang yang berlatar belakang kehidupan "baik." Dalam bahasa penulis, hubungan cinta satu malam yang sudah biasa terjadi diantara manusia-manusia dari latar belakang kehidupan  yang baik itu terkesan tidak menjadi masalah dan dipandang biasa saja, katanya hanya karena orang-orang itu seolah masih beruntung dikaruniai kemampuan bersenandung untuk melawan hadirnya berbagai kepedihan.

Dalam ceramahnya, Pak Tong menyinggung tentang pendapat Soren Kierkegaard. Ada satu kata bijak dari Soren Kierkegaard yang menarik sehubungan dengan perjuangan mengubah arah kepada Tuhan dalam peradaban yang bising, katanya:

"I found I had less and less to say, until finally, I became silent, and began to listen. I discovered in the silence, the voice of God."

Lagi katanya: "People demand freedom of speech as a compensation for the freedom of thought which they seldom use."

Kita memang perlu mendiamkan diri kita, agar bisa lebih banyak mendengar dan berpikir, hingga kita bisa mendengarkan suara Tuhan.

Soren Kierkegaard (1813-1855), seorang religius dan filsuf dari Denmark, walaupun lebih senang menganggap dirinya sebagai anti-filsuf, ia dianggap sebagai bapa filsafat eksistensialisme pada abad ke-19. Pada masanya, ia menentang kemapanan formalitas hampa dari gereja-gereja di Denmark.

Kierkegaard membagi tahap kesadaran dalam hidup manusia ke dalam tiga tingkatan; pertama, tahap estetika (bersenang-senang, menikmati segala sesuatu yang indah menurut indra dan akal), kedua, tahap etika (pilihan-pilihan yang kuat tentang sikap moral dalam hidup), dan ketiga, tahap religius.

Sama halnya dengan Kierkegaard yang menempatkan religiousitas pada tahap yang tertinggi, Fyodor Dostoyevsky, seorang sastrawan terbesar Rusia di abad ke-20, yang kadang-kadang juga dianggap sebagai pendiri eksistensialisme, dalam keadaan dan keputusasaan yang ekstrem, akhirnya mengalami titik balik dalam hidupnya. Ia, Dostoyevsky, meninggalkan gagasan-gagasan idealnya semula dan menjadi seorang Kristen yang menentang keras nihilisme serta sosialisme ateis.

Hidup memang penuh ironi dan kenyataan paradoks. Dalam kisah hidupnya, Dostoyevsky yang dikaruniai kedalaman akal guna menjelaskan tentang eksistensi manusia, justru pernah jatuh dalam kecanduan minuman keras dan judi. Oleh karena kelakuan buruknya, ia pernah jadi orang melarat, dikejar-kejar kreditur, hingga menjadi putus asa.

Kemudian, dalam usia tuanya, ia bertemu dengan Anna Grigorevna, seorang stenograf berusia 20 tahun, yang akhirnya dinikahinya pada tahun 1867. Periode ini merupakan masa penulisan buku-bukunya yang terbesar. Dostoyevsky mendiktekan narasi dalam keadaan fisiknya yang melemah, sementara itu Anna yang mengetikkan naskah untuknya.

Dari tahun 1873 hingga 1881, Dostoyevsky membalas kegagalan-kegagalan kepenulisannya pada masa lalu dengan menerbitkan sebuah jurnal bulanan penuh dengan cerita pendek, sketsa, dan artikel tentang berbagai peristiwa, Buku Harian Pengarang. Jurnal itu merupakan kisah sukses yang besar.

Dari cerita tokoh-tokoh di atas, saya percaya dengan keyakinan Yohanes Calvin, bahwa tidak ada negara, kota, dan orang pribadi yang tidak menyadari kekuatan Allah, seberapa kuatpun ia menyangkalnya. 

Kata Calvin, saat angin berhembus kepadanya, orang mungkin dengan mudah menyangkal Tuhan, bahkan menertawakannya. Namun, pada akhirnya saat penderitaan datang menghampirinya, maka ia akan mulai berdoa dan dengan suara tersendat-sendat memohon pertolonganNya.

Bertobatlah! Hiduplah Suci.

Selamat Hari Buku Internasional, 23 April 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun