Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Peringatan Hari Nusantara 2018: Apa Pentingnya Anak Gunung Mengikuti Upacara Tentang Laut?

13 Desember 2018   12:38 Diperbarui: 13 Desember 2019   09:25 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.ilmupengetahuanumum.com

Upacara Hari Nusantara barangkali adalah upacara kenegaraan yang terakhir dari rangkaian kalender upacara peringatan hari-hari penting kenegaraan dalam setahun di negara kita. Upacara ini diperingati setiap tanggal 13 Desember sejak tahun 2001. 

Pada tahun 1999, Presiden Abdurrahman Wahid mencanangkan tanggal 13 Desember sebagai Hari Nusantara, yang dipertegas oleh Presiden Megawati dengan menerbitkan Keputusan Presiden RI Nomor 126 Tahun 2001 tentang Hari Nusantara, sehingga sejak saat itu tanggal 13 Desember resmi menjadi hari perayaan nasional tidak libur. 

Peringatan ini berkaitan erat dengan Deklarasi Djuanda yang ditetapkan pada tanggal 13 Desember 1957 di Jakarta, ditandatangani oleh Perdana Menteri Indonesia pada waktu itu, Djuanda Kartawidjaja.

Deklarasi Djuanda merupakan pernyataan sepihak Pemerintah Indonesia atas wilayah lautnya sebagai bagian yang utuh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Laut yang dimaksud adalah wilayah perairan yang berada di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau daratan yang menjadi wilayah kedaulatan negara Indonesia. 

Deklarasi ini dibuat karena rasa ketidakadilan atas pembagian wilayah laut yang ditetapkan berdasarkan Ordonansi Hindia Belanda tahun 1939, yaitu Teritoriale Zeen en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. 

Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut. Deklarasi Djuanda dibuat tidak lama menjelang konvensi mengenai penetapan wilayah laut negara-negara di dunia yang dilaksanakan pada bulan Februari tahun 1958 di Jenewa.

Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari beberapa negara, sehingga laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi Undang-Undang Nomor 4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. 

Akibatnya luas wilayah Republik Indonesia bertambah 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km menjadi 5.193.250 km dengan pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia tetapi waktu itu belum diakui secara internasional. Berdasarkan perhitungan 196 garis batas lurus (straight baselines) dari titik pulau terluar (kecuali Irian Jaya), terciptalah garis maya batas mengelilingi wilayah Republik Indonesia sepanjang 8.069,8 mil laut.

Upacara yang dilaksanakan pada waktu sudah menjelang akhir tahun ini, ditambah daerah ini yang tidak memiliki garis pantai, ditengah cuaca dingin dan hujan gerimis yang sudah menjadi ciri khas bulan Desember di kampung ini, barangkali adalah sederet alasan kenapa sepi sekali unsur-unsur upacara yang hadir hari ini. Pertanyaan tentang Apa Pentingnya Anak Gunung Mengikuti Upacara Tentang Laut? barangkali adalah alasan yang paling menarik untuk dicari jawabannya.

Saya ingat dalam pelajaran pada saat Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Umum (SMU) pada masa saya, pada mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) atau Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) ada diajarkan tentang Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional.

Secara sederhana, dengan penjelasan itu sajapun sebenarnya sudah menemukan satu jawaban, bahwa Indonesia sebagai kesatuan teritorial wilayah yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dan dari Miangas sampai Pulau Rote, tentu tidak dapat dipisahkan antara lautan dan daratan dengan berbagai keanekaragaman manusia yang mendiaminya. Mengenal dan memahami Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai kesatuan wilayah, tentu tidak akan pernah utuh kalau anak gunung merasa tidak perlu belajar berenang karena ia tidak perlu mengenal laut, atau anak laut merasa tidak perlu belajar bertani karena ia tidak perlu mengenal kehidupan pegunungan. Tentu ini bukan belajar tentang gunung dan laut dalam makna yang sebenarnya, tetapi tentang mengenal Indonesia secara utuh dengan seluruh potensi dan ancaman yang melingkupinya.

Mengutip sambutan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Susi Pudjiastuti, sebagai ketua harian Dewan Kelautan Indonesia pada Peringatan Hari Nusantara Tahun 2018, bahwa saat ini Indonesia yang berbentuk negara kesatuan masih pada tahap kesadaran sebagai negara kepulauan, belum lagi sampai kepada kesadaran sebagai negara maritim. Negara maritim adalah sebuah negara yang sudah mampu memanfaatkan seluruh sumber daya kelautannya dengan optimal untuk kesejahteraan seluruh warga masyarakatnya. Dalam kaitan ini, doktrin mengenai Indonesia sebagai poros maritim dunia menjadi sangat penting dan strategis.

Setelah melalui perjuangan yang panjang, pada tahun 1982 deklarasi ini akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III dalam sebuah forum yang disebut United Nations Convention On The Law of The Sea (UNCLOS 1982). Selanjutnya deklarasi ini dipertegas kembali dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan. Indonesia sebagai negara poros maritim dunia, berada di antara dua samudra.

Ditambah lagi dengan sebelumnya telah ada ketentuan utama dalam Konvensi Hukum Laut yang berkaitan dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang terdapat dalam bagian ke-5 konvensi tersebut. ZEE adalah zona yang luasnya 200 mil laut dari garis dasar pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa. Konsep dari ZEE muncul dari kebutuhan yang mendesak. Sementara akar sejarahnya berdasarkan pada kebutuhan yang berkembang semenjak tahun 1945 untuk memperluas batas jurisdiksi negara pantai atas lautnya, sumbernya mengacu pada persiapan untuk UNCLOS III.

Sekitar tahun 1976 ide dari ZEE diterima dengan antusias oleh sebagian besar anggota UNCLOS, mereka telah secara universal mengakui adanya ZEE tanpa perlu menunggu UNCLOS untuk mengakhiri atau memaksakan konvensi. Penetapan universal wilayah ZEE seluas 200 mil laut akan memberikan setidaknya 36% dari seluruh total area laut. Walaupun ini porsi yang relatif kecil, di dalam area 200 mil laut yang diberikan menampilkan sekitar 90% dari seluruh simpanan ikan komersial, 87% dari simpanan minyak dunia, dan 10% simpanan mangan.

Sebuah porsi besar dari penelitian scientific kelautan mengambil tempat di jarak 200 mil laut dari pantai, dan hampir seluruh rute utama perkapalan di dunia melalui ZEE negara pantai lain untuk mencapai tujuannya. Melihat begitu banyaknya aktivitas di zona ZEE, keberadaan rezim legal dari ZEE dalam Konvensi Hukum Laut sangat penting adanya.

Pengenalan warga negara Indonesia akan diri dan lingkungannya dengan kesatuan wilayahnya menjadi penting untuk meningkatkan rasa kecintaan akan Indonesia. Kalau tidak demikan, maka mungkin kesadaran menjadi negara maritim tidak akan terwujud seutuhnya.

Selamat Hari Nusantara tahun 2018.

Sumber: wikipedia

     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun