Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Agen Perdamaian di Musim Pandemi

25 September 2020   08:07 Diperbarui: 25 September 2020   08:17 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kolaboratif

Kita tak perlu membandingkan orang desa dan kota, bagi kita terpenting hari ini di pusaran kurus pandemi covid-19 ini, sudah saatnya kita kembali mawas diri, apa yang telah kita lakukan, kita perbuat itu telah mengimplementasikan protokol kesehatan melawan covid-19? Apakah kita sudah bisa menjadi contoh bagi keluarga, masyarakat lainnya? Apakah sikap dan aksi kita sudah menjangkau pada ngrogoh roso kamanungsan atas pandemi covid-19 ini atau merawat Jogo Tonggo kita? Dan pertanyaan lain yang terus menghunjam dada kita, diri kita.

Di tengah penat dan letihnya kita berjuang melawan kerasnya pandemi covid-19, alangkah baiknya kita belajar dan membalik kemelut pandemi ini dengan cara-cara genial tanpa melemahkan seluruh pemangku kepentingan dengan tetap membasiskan, pada: pertama menghargai perbedaan yang ada. Tak perlu kita membandingkan desa satu dengan lainnya, misalnya dalam kucuran bantuan covid-19. Tak penting mengkomparasikan lembaga satu dengan lain, contohnya dalam penanganan covid-19. Sangat tidak perlu, menguliti kekurangan pejabat satu dengan lain dalam menyikapi pandemi covid-19 atau tak perlu kiranya membenturkan ketidaksempurnaan sarana prasarana rumah sakit satu dengan lainnya.

Sudah seharusnya kita semua berusaha melahirkan agen-agen perdamaian dalam situasi pandemic ini, bukan mengompori, memanasi bahkan mengadudomba, menyebar hoaks dan atau perang informasi. Sekolah, kampus, tempat ibadah maupun desa-kota sendiri sudah semestinya membangun dan menjulurkan nilai-nilai kekeluargaan, kerjasama yang mengembuskan spirit damai, ramah dan toleran. Saling menghormati, menghargai dalam keberagaman dan keberagamaan.

Kedua, mengapresiasi perubahan. Perubahan di sini tentu saja yang membalik kekurangan menjadi kesempurnaan, keburukan menuju kebaikan, penghambat menjadi pendukung, desktruktif berubah ke konstruktif, dll. Bukan lagi mengolok-olok dan mengatakan janur gunung, wis taubat maupun isyaf ataupun pemecah recor, gila atau anjir, dll.

Dan, ketiga, kita menggeser daya kompetitif ke kolaboratif, dari persaingan mengarah ke kerjasama, bergandengtangan, sekurangnya sedikit mau merendahkan ego demi meningkatkan kualitas diri yang berujung dunia yang damai, tenteram dan kondusif. Tak ada klandestin dalam sikap dan aksi, semua saling membuka diri untuk kesalehan dan kemaslahatan masyarakat.

Sudahlah, kita akhiri kericuhan, kegaduhan di dunia nyata maupun jagat maya, karena sudah tak sedikit nyawa melayang gegara pandemi covid-19.

Tak kurang baiknya,kita berkontemplasi lewat kutipan Dorothy Law Notle : Jika anak hidup dengan kekerasan dia akan belajar untuk bertengkar, Jika anak hidup dengan penuh keterbukaan, dia akan belajar keadilan, Jika anak hidup dengan rasa iri dia akan belajar untuk merasa iri, Jika anak hidup dengan berbagi, dia akan belajar kebaikan hati, Jika anak hidup dengan toleransi, dia akan belajar kesabaran, dan Jika anak hidup dengan perhatian, dia akan belajar menghormati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun