Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Money

Idul Adha 2020 "Ekonomi Baru Idul Adha"

5 Agustus 2020   12:43 Diperbarui: 5 Agustus 2020   12:34 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Idul Adha acap dikenal sebagai bulan haji, karena jutaan orang bergembira menunaikan ibadah haji, namun tahun ini tertunda lantaran masih bersemangatnya pandemi covid-19.

Ia kerap pula dilabeli bulan kurban, sebab pada bulan dzulhijah tepatnya tanggal sepuluh, ditetapkan sebagai hari raya idul kurban. Bulan itu juga, para hewan bersetia merelakan diri menggenapkan syarat dan ketentuan kurban yang berlaku.

Tak sedikit hewan kurban yang dipotong dan dagingnya distribusikan kepada warga tentu membawa kebahagiaan yang tak terbayar, utamanya kaum miskin, duafa dan mereka yang sering termarjinalkan. Idul Adha menjadi bulan bahagia buat sesama.

Idul Adha nampaknya selalu menghadirkan keguyuban dan keriangan yang tidak tumpeng tindih. Karena nyaris seluruh warga terlibat dalam perhelatan besar ini, sejak salat id, pemotongan kurban, distribusi daging, dll. Kecuali tahun ini, terdapat pembatasan tertentu demi memutus mata rantai dana tau menekan penyebaran virus covid-19.

Pria-wanita warga setempat bersilang bantu dan saling membahu. Ada yang memotong hewan kurban, ada yang memilah antara tulang dan daging, ada yang bertugas menimbang daging, ada yang mengemas daging ke dalam bungkus plastik atau besek, ada yang menyediakan sarapan dan makan siang bagi pekerja kurban hari itu. Semuanya berpadu dalam terik siang bersama keikhlasan yang menggemuk.

Selain meneladani Nabi Ibrahim dan Ismail dalam keteguhan prinsip, kepercayaan diri, sharing, toleransi, integritas juga menyematkan cinta yang abadi.

Diakui atau tidak, Idul Adha menawarkan perbaikan gizi yang cukup, menguatkan imunitas manusia apalagi di tengah agresi covid-19, mengurangi kelaparan, belajar memanusiakan manusia dengan kemanusiaan tinggi maupun ada pelajaran menabung yang dalam.

Selain itu, momentum Idul Adha terus dan selalu meniupkan keragaman yang bertubi, sejak jenis hewan, panitia yang terlibat, pelbagai latar belakang pekurban juga varian cara mengakhiri hayat hewan kurban. Nampaknya, seremoni Idul Adha juga menyorongkan hiburan tersendiri bagi anak-anak maupun warga setempat. Bahkan tak sedikit mereka yang memviralkan setiap step Idul Adha dengan segenap keramahannya. Keramahan desa nyata, keramahan kampung menyatu, keramahan manusia menjelma dalam aksi-aksi sosial kemanusiaan dalam balutan pembagian daging kurban yang tulus.

Mengapa Idul Adha selalu menjaga dan dinanti seluruh warga. Karena pada moment tersebut diyakini mendatangkan sumber-sumber ekonomi baru, sekurangnya di tengah sulitnya ekonomi (paceklik) akibat terpaan covid-19.

Kita bisa petakan para aktor yang berkesempatan meraup rejeki dalam aroma ekonomi baru Idul Adha. Adalah peternak hewan kurban (Sapi, Kerbau, Kambing, Domba, dll) yang pada bulan Idul Adha bisa bersenyum manis kala ternak piaraannya banyak dipinang orang dijadikan hewan kurban.

Kemudian, lebaran Idul Adha juga membuat para pedagang hewan berasa manggut-manggut cerah parasnya sambal menghitung keuntungan yang diperoleh atas blusukannya ke pelosok desa mencari, mengumpulkan, merawat dan atau menawarkannya kepada calon buyer hewannya.

Ada pula para sepesialis profesi penyembelih hewan kurban dengan rerupa keahliannya dalam hari raya Idul Adha plus 3 hari tasriknya bisa menghasilkan pundi-pundi ekonomi yang cukup fantastis, apalagi dirimbunnya orang yang terkena PHK maupun bangkrut atau tutupnya beberapa usaha ekonomi produktif.

Untuk kelas desa atau kampung, mereka ini bisa meraup sekira Rp 50 ribu per ekor. Padahal dalam sehari bisa menyembelih hewan kurban dalam jumlah tak sedikit dan barangkali sudah dibooking untuk berpindah tempat pula.

Asa Baru

Tak ketinggalan, profesi tukang kelet (menguliti) hewan kurban. Tarifnya pun lumayan ketimbang hanya menjadi Pak Ogah. Jumlahnya personilnya jauh lebih banyak daripada pemotong/penyembelih hewan kurban. Oh iya, masih ada profesi pengepul atau pembeli kulit hewan kurban. tahun ini kulit kambing di area penulis hanya dihargai Rp 5 ribu - Rp 10 ribu dan kulit sapi cukup ditera Rp 25 ribu. Entahlah mereka kala direseler.

Selain pemanen rejeki atas hari raya kurban ini, masih ada satu profesi lagi yang memang dulu tak dikenal dan taka da hubungannya dengan Idul Adha. Namun belakangan pekerjaan satu ini justru laku keras di lapangan.

Dia adalah tukang las yang kerja sehari-harinya mengelas, membuat insfrastruktur yang berbahan baku dari besi, plastik, aluminum, baja, dll. Tapi lagi-lagi, Hari ini, hari Idul Adha berikut tasriknya tukang las ini laris manis dengan order menghilangkan bulu pada kepala hewan kurban,  seperti kepala kambing/domba atau kepala sapi/kerbau, dll, yang sudah dipotong dengan cara memanasinya lewat semburan mesin las.

Ongkos atau uang lelah mereka pun cukup bagus. Sehari lampau seorang tukang las berkisah bahwa ia mematok tariff Rp 25 ribu/kepala kambing dan Rp 50 ribu/kepala sapi. Kita asumsikan, di lingkungan tersebut diambil minimal saja, misalnya 10 ekor kambing dan 10 ekor sapi, maka penghasilannya dalam sehari sekira Rp 250 ribu -- Rp 500 ribu. Aseek, bukan.

Sebuah angka yang berkilau. Itulah bagian mata sekaligus matra ekonomi baru Idul Adha. Semoga Idul Adha selalu memberikan asa bagi sesama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun