Menggali perut bumi, mengolah sendiri, membuat/merancang TTG sendiri, berbahan baku dari lingkungaan, Â menghargai norma lokal dan tetap mencintai serta memakai teknologi bangsa sendiri juga memakai produk bangsa sendiri adalah wujud nasionalisme, integrasi bangsa riil. Dengan melakukan hal-hal di atas, bukan tidak mungkin struktur dan kultur politik kita pun semakin kokoh, sehingga sistem pemerintahan juga tidak mudah goyah dan memperkuat partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa.
Kita juga punya lembaga TTG, yaitu Pos Pelayanan Teknologi Tepat Guna selanjutnya disebut Posyantek adalah lembaga pelayanan TTG antardesa yang berkedudukan di kecamatan yang memberikan pelayanan teknis, informasi dan orientasi berbagai jenis TTG.
Warung Teknologi Tepat Guna (Wartek), selanjutnya diganti penyebutanya menjadi Pos Pelayanan Teknologi Tepat Guna Desa. Pos Pelayanan Teknologi Tepat Guna Desa selanjutnya disebut Posyantek desa adalah lembaga pelayanan TTG di desa yang memberikan pelayanan teknis, informasi dan orientasi berbagai jenis TTG.
Institusi ini perlu kita optimalkan peran fungsinya, sehingga inovasi pedesaan bidang TTG berkembang dan mampu membawa perubahan besar bagi kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, masyarakat miskin, pengangguran, putus sekolah, dan penyandang disabilitas, masyarakat yang memiliki usaha mikro kecil dan menengah, pengelola posyantek Desa dan posyantek antardesa, inventor TTG; dan kelompok masyarakat lainnya terakomodir di dalamnya dalam konteks ke-TTG-an.
Swadesi Desa
Satu hal yang barangkali selama ini masih disisihkan kalau tak boleh disebut anak tiri dalam penerapan dan pengembangan TTG pedesaan, yaitu perekayasaan TTG yang dilakukan melalui kegiatan dalam bentuk desain dan rancang bangun untuk menghasilkan nilai, produk, dan/atau proses produksi dengan mempertimbangkan keterpaduan sudut pandang dan/atau konteks teknikal, fungsional, bisnis, sosial budaya, dan estetika secara agregat belum menjadi mata usulan dari pemerintah desa.Â
Sekurangnya, dalam usulan kegiatan saat musrenbangdes maupun pada level kecamatan. Pada UMKM Â di desa yang intim dengan TTG bukan tak mungkin bakal mengalirkan PAD bagi desa.
Soal lembaga TTG yang disebut Posyan TTG desa pun masih perlu diintrodusir ke tengah masyarakat desa. Hal ini, sedikitnya menjadi PR bagi pemdes untuk menggairahkan kelembagaan TTG di desa.Â
Namun begitu, kita cukup apresiasi kepada pemerintah pusat, provinsi hingga Kabupaten yang telah memberi perhatian dan intervensi langsung dengan menggulirkan bantuan stimulan bagi pengembangan TTG maupun kelembagaannya, pendampingan bahkan hingga pemasarannya.
Di samping gelaran ekspose untuk memasyarakatkan TTG lewat Gelar TTG Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional. Ini menjadi bukti negara hadir sesuai mandat untuk menyejahterakan masyarakat dan melek TTG.Â
Sudah saatnya dilakukan pengintegrasian sistem informasi desa (SID), BUMDES, simpan pinjam (kaum) perempuan/SPP dengan wartek di desa dan Posyantek di kecamatan di setiap Kabupaten/Kota. Posyantek Jateng telah beberapa kali mampu bicara di level nasional.