Segala produk kecantikan disangkutpautkan dengan agama. Agar masyarakat tertarik untuk membeli dan mereka akan merasa terabeli dengan hijrah.Â
Rasa aman menyelimuti kaum muda karena sudah melakukan perubahan menjadi lebih baik, padahal sebenarnya bukan makna itu yang dimaksud. Berbagai kontes khusus untuk muslim dan perempuan berjibab juga menjadi ladang ekonomi yang menjanjikan.
Kasarnya hijrahnya generasi mileneal saat ini merupakan gerakan golongan atas. Hanya mereka yang berada di  ekonomi kelas menengah di perkotaan dan aktif di sosial media tersentuh kampanye hijrah. Kembali lagi, karena hijrah milineal butuh biaya besar untuk merubah penampilan.
Keringnya refleksi karakter islami dalam hijrah melenial dapat terpantul dari kejadian lucu disekitar kita. Seperti seorang gadis muslimah, sudah dengan pakaian tertutup dan sopan, tapi masih menggunakan make-up dan sengaja pergi ke keramaian untuk menarik perhatian.Â
Dirinya bercadar namun masih suka upload foto cantik ke media sosial. Memelihara jenggot tapi masa bodoh dengan urusan negara, masyarakat disekitarnya dan lingkungan.Â
Ikut seminar dakwah di mana-mana, kurangnya tidak mau memperdalam ilmu lagi langsung belajar ke gurunya. Sehingga pemikirannya tetap dangkal dalam menghadapi perbedaan. Ikut berlomba-lomba menghafal Qur'an tapi tidak mau mengamalkan kandungan setiap ayatnya.
Kita sudah lupa, hijrah bukan hanya tentang perubahan penampilan yang lebih menutup, mengamalkan perbuatan baik dan mensyiarkan ajaran Islam. Lebih dari itu kita harus sadar untuk mengubah pandangan hidup kita dan memperkaya intelektualitas.Â
Sebagai manusia modern, kita sudah terbiasa hidup dengan instan. Bahkan dalam masalah hijrah kita juga meng-instan-kannya. Kita tidak mau memproses dalam diri kita untuk dihijrahkan.
Mungkin coba kita tanyakan kepada mereka yang sedang asyik berhijrah. Maukah mereka berhijrah seperti yang dilakukan pelajar Indonesia di Mesir, K.H Agus Salim yang berhijrah dengan hidup sederhana atau pemuda pejuang Indonesia lainnya yang bersahaja. Rela meninggalkan kenikmatan dunia untuk kepentingan bersama rakyat Indonesia.Â
Mereka benar-benar memaknai kata hijrah tidak hanya sekedar berpindah menuju hal yang lebih baik. Tapi lebih sebagai konsenkuensi keimanan mereka sebagai muslim untuk memperjuangkan tanah wilayah dan hak saudaranya.