Mohon tunggu...
temali asih
temali asih Mohon Tunggu... Guru -

berbagi dan mengasihi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hujan dalam Pandangan Penyair (Soni Versus Mim)

15 Desember 2018   18:51 Diperbarui: 18 Desember 2018   11:40 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Biasanya seseorang bila mengupas arti sebuah puisi dengan cara menimang dari segi tata bahasa, sejarah atau kejadian yang mendasari, dst. Kali ini aku sedang penasaran apa tanggapan para penyair tentang hujan?

Sengaja dihususkan dua nama sebagai bentuk perwakilan dari penyair yang dua-duanya pernah kutemui secara langsung. Soni Farid Maulana sebagai penyair di luar kompasiana dan sebaliknya Mim Yudiarto aktif menulis di kompasiana.

Memang masih ada penyair lain yang kukenal secara langsung, tetapi mereka berdualah yang koleksi bukunya kurasa paling banyak memenuhi rak buku dikamarku. Jadi wajar saja bila akhirnya kujadikan sebagai bahan acuan untuk melihat cara berpikir mereka.

Mengapa harus tentang hujan? Bukankah banyak topik lain yang jauh lebih menarik? Mengapa tak memilih tentang  cinta, rindu, kebencian atau dendam? 

Setidaknya ada tiga alasan yang menurutku patut diangkat kenapa harus tentang hujan. Pertama, Bulan Desember dan beberapa bulan ke depan dikenal sebagai musim penghujan. Adakah jejak hujan yang ditinggalkan oleh penyair dalam puisi atau tulisan mereka?

Alasan kedua, hujan adalah fenomena alam yang kadang menjadi bahan penderitaan bagi sebagian orang. Sejauh manakah para penyair itu memaknai hujan dalam pikirannya. Apakah bersyukur atau bahkan mencercanya.

Alasan ketiga, bagaimana seorang penyair mampu menangkap fenomena alam ini dan menuangkannya ke dalam tulisan, apakah sama dengan yang lain bahwa;
hu*jan n 1 titik-titik air yang berjatuhan dari udara karena proses pendinginan;
(kbbi.web.id)

Adakah kemungkinan hujan diterjemahkan ke dalam bahasa lain atau mengandung arti yang berbeda.

Cukup ketiga alasan itu mengundang rasa penasaranku apalagi bila diperbandingkan. Bukan menilai mana yang lebih baik akan tetapi lebih kepada apa saja persamaan dan perbedaan keduanya dalam mengisahkan atau menuliskan tentang hujan.

Soni menjadikan satu buku kumpulan puisinya diberi judul 'Sehabis Hujan' sementara Mim meskipun tidak menuangkannya dalam judul buku banyak sekali menangkap fenomena hujan dalam puisinya. Salah satu puisi Mim 'Menggambar Kedatangan Hujan'  baru saja di upload ke kompasiana 23 jam yang lalu. Berikut adalah puisi yang ditulisnya:

di tanganmu yang dipenuhi anak-anak gerimis
kau menyisipkan tangis
atas duka yang kau simpan selama kemarau
pada beberapa perkara lampau

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun