Mohon tunggu...
Teguh H Nugroho
Teguh H Nugroho Mohon Tunggu... Procurement - GA

Aku mencoba merangkai setiap isi hatiku dalam kata, hanya untuk kamu — satu-satunya alasan mengapa aku masih percaya pada cinta

Selanjutnya

Tutup

Love

Ketika Semua Kenangan Masih Menetap: Aku dan Rindu yang Abadi untuk Irina

28 September 2025   23:35 Diperbarui: 28 September 2025   23:35 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Foto dari Sumber depositphotos.com

"Kisah melankolis tentang cinta yang belum padam. Dari tumbler, kopi, hingga foto, semua jadi saksi bisu rinduku pada Irina yang tak pernah hilang."

Aku masih menggunakan tumbler pemberiannya setiap kali membawa kopi yang kubuat sendiri dari rumah. Tumbler itu bukan hanya sekadar wadah, melainkan jembatan yang selalu menghubungkan aku dengan dirinya. Setiap kali tanganku menyentuh dingin permukaannya, ada sensasi lembut yang mengingatkan pada sentuhan tangannya. Aroma kopi yang mengepul darinya menjadi pengingat bahwa ada cinta yang pernah hidup begitu nyata, dan hingga kini belum juga padam.

Gelas dari perusahaannya juga selalu kupakai setiap kali aku ingin minum kopi di rumah. Gelas sederhana itu kini menjelma seperti saksi bisu. Setiap kali cahaya pagi menembus jendela kamar, aku seakan melihat kembali bayang wajahnya, tawa yang dulu memenuhi ruangan, dan percakapan yang seolah masih bergaung di udara.

Aku juga tetap setia membeli kopi Starbucks Sumatra---kopi yang dulu ia kenalkan kepadaku. Setiap seruputan membawa kembali percakapan yang pernah kami rajut di antara aroma pahitnya. Kopi itu bukan sekadar minuman, melainkan bagian dari cerita yang tak pernah selesai. 

"Kenangan tak pernah benar-benar pergi; ia hanya berganti wujud menjadi benda-benda yang kita genggam setiap hari."

Foto di pigura pemberiannya masih terpasang di tempatnya, sama seperti dulu. Di atasnya, sebuah mainan malaikat kecil seolah memberkati potret kami berdua. Aku tak pernah menurunkannya, karena foto itu adalah jendela waktu yang membawaku kembali pada hari-hari ketika senyum kami masih bertemu dalam satu bingkai kehidupan.

Buku tulisan tangannya, yang menceritakan awal pertemuan hingga kisah cinta kami, masih kusimpan rapi. Setiap kali aku merindukannya, aku membuka lembar demi lembar. Tinta tulisan tangannya seakan hidup kembali, berbicara langsung ke dalam hatiku. Tanpa kusadari, air mata sering menetes, meresap ke halaman, menyatu dengan kisah yang ia tinggalkan.

Begitu pula dengan buku-buku lain pemberiannya. Semuanya sudah kubaca berkali-kali, mungkin lebih dari lima kali. Buku-buku itu bukan sekadar bacaan, tetapi warisan jiwa yang ia titipkan kepadaku. "Beberapa orang pergi, tetapi cerita yang mereka tinggalkan tetap menjadi rumah untuk jiwa kita yang tersesat." Dan di rumah itu, aku masih tinggal---meski ia tak lagi hadir.

Foto-foto dan video di Google Photos pun masih sering kubuka. Ada sekitar 17 ribu kenangan yang tersimpan di sana. Tanganku tak pernah lelah mengusap layar, mataku tak pernah bosan menatap wajahnya. Setiap gambar dan video adalah pintu kecil yang membawaku pulang ke masa lalu yang hangat, meski kenyataan hari ini begitu dingin.

Kini, saat aku menulis catatan ini, aku kembali ditemani kopi Sumatra yang mengepul hangat di meja. Kopi itu menjadi penguat sekaligus penambah rindu. Rasanya pahit, tapi dalam pahit itu aku menemukan manisnya kenangan. Seolah setiap tegukan adalah doa yang tak pernah berhenti kusebutkan untuknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun