Dan di sinilah aku ingin menyelipkan sesuatu yang selama ini kupendam. Sebuah surat untukmu, Irina. Surat yang tidak kutulis untuk memaksa, tapi untuk menghadirkan kejujuran.
Surat untuk Irina
Irina,
Melalui tulisan ini, izinkan aku menyampaikan sesuatu yang sudah lama tertahan. Pertama-tama, aku ingin meminta maaf atas kekacauan yang pernah terjadi hingga membuatmu memilih menjauh. Aku menyadari bahwa kesalahanku telah memberi jarak, dan aku tidak ingin membiarkan jarak itu berubah menjadi jurang yang tak bisa lagi dijembatani.
Aku menulis ini bukan untuk memaksakan perasaan, melainkan sebagai upaya meluruskan semuanya. Aku hanya ingin kita bisa berbicara, walau sebentar saja, agar segala kesalahpahaman tidak lagi membayangi kita.
Aku telah lelah mencari keberadaanmu di berbagai sosial media, berharap menemukan kabar tentangmu. Namun aku sadar, yang lebih penting bukanlah menelusuri jejakmu, melainkan memiliki kesempatan untuk bertemu langsung denganmu.
Pertemuan itu tidak harus lama. Dimana saja boleh, namun bila engkau setuju, aku menyarankan rumah mu sebagai tempat yang tenang dan netral untuk sekadar berbincang. Tidak ada maksud lain, selain keinginan sederhana untuk berdamai dan saling memahami kembali.
Aku merindukan percakapan denganmu, Irina. Bukan percakapan yang penuh beban, hanya sebatas tatap muka singkat untuk memastikan bahwa kita tidak lagi berjalan dengan prasangka atau rasa saling bermusuhan.
Sekali lagi, aku mengakui kesalahanku. Aku tidak menutupi itu. Namun kali ini aku datang bukan untuk mengulanginya, melainkan untuk mencari kedamaian di antara kita. Aku hanya ingin kita dapat kembali menjadi teman yang saling menghormati, tanpa perlu ada rasa curiga ataupun sakit hati yang berlarut.
Tidak ada peperangan yang benar-benar memberi kemenangan. Yang ada hanya hati yang semakin letih. Dan aku tidak ingin kita terus terjebak di dalamnya.
Jika engkau bersedia memberi waktu, aku akan menghargainya sebagai kesempatan berharga untuk menutup masa lalu dengan cara yang baik.