Dan aku harus belajar melepaskan---meski hatiku masih ingin menggenggam erat. Hari-hari setelahnya tidak mudah. Ada pagi yang terasa hambar meski matahari bersinar, ada malam yang terlalu panjang meski mata terpejam. Doa-doaku sering berhenti di tenggorokan, dan rindu itu... tetap tinggal. Namun di tengah kehilangan, Tuhan berbisik lembut di hatiku:
"Percayalah. Aku tidak mengambil apa pun darimu kecuali untuk menyiapkan yang lebih baik."
Sejak itu, aku belajar bahwa menunggu bukanlah berdiam diri. Menunggu berarti menata hati, memperkuat iman, dan mempersiapkan diri agar saat Tuhan berkata, "Sekarang", aku siap menyambutnya---bukan hanya dengan cinta, tetapi juga dengan kesetiaan yang mampu bertahan seumur hidup.Â
Sampai hari itu tiba, aku akan tetap melangkah. Bukan dengan langkah tergesa, tetapi dengan iman yang tenang. Karena aku percaya, Tuhan yang menulis cerita ini tahu kapan dua jalan harus bertemu. Dan ketika waktunya datang, aku akan menyambut dia yang bukan hanya menjadi pasangan hidupku, tetapi juga rekan seperjalanan menuju kekekalan.
Doa di hatiku:
Tuhan, Engkau yang mengenal seluruh isi hatiku.
Engkau yang tahu setiap kerinduan, luka, dan pengharapan di dalamnya.
Aku serahkan kisahku ke dalam tangan-Mu,
sebab hanya Engkau yang tahu siapa yang layak berjalan bersamaku
hingga akhir napas di dunia ini.
Jika Engkau berkenan, pertemukan aku dengan dia yang Engkau pilih---