Mohon tunggu...
Teguh Usis
Teguh Usis Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Jurnalis yg masih terus belajar menulis tulisan populis yg manis-manis. Mengelana di dunia maya via @teguhusis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Audisi di Televisi, Dijamin Tidak Jadi Gila

25 April 2014   21:11 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:12 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Televisi memang menyihir. Kekuatannya begitu dahsyat. Pun, bagi orang yang tadinya bukan siapa-siapa. Nama Tukul Arwana pastilah dikenal masyarakat Indonesia. Sejak 2006, Tukul selalu muncul di layar kaca, menjadi tuan rumah sebuah program talkshow. Selain terkenal, Tukul kini juga kaya-raya. Bayarannya sebagai host amat tinggi.

Tak hanya Tukul fenomena betapa televisi telah mengubah nasib seseorang. Nama-nama seperti Sule, Komeng, Adul, Daus Mini, dan sederet komedian lain yang wajahnya kerap muncul di layar kaca, menjadi bukti nyata. Selain komedian, artis sinetron pun setali tiga uang. Seperti Nikita Willy yang di usia muda sudah mampu menghasilkan uang dalam jumlah besar.

Ketika stasiun televisi dulu jumlahnya belum sebanyak sekarang, nasib artis tidaklah semoncer kini. Maka, tak salah jika waktu silam, banyak orang tua yang keberatan jika anaknya bercita-cita menjadi artis. Kalimat semisal “susah mencari uang dengan jadi penyanyi” menjadi mantra sakti yang membuat anak keder.

Realitanya kini berubah jauh. Orang tua berbondong-bondong mendorong anaknya untuk bisa muncul di layar kaca. Kalau punya waktu, berkunjunglah ke stasiun televisi yang sedang menyelenggarakan casting atau audisi mencari bintang televisi atau program talent search. Tak peduli harus mencari sejumput tempat berteduh menghindari terik matahari, banyak orang tua yang rela menemani anaknya. Dan, sang anak yang masih bocah pun, terkesan rela didandani dengan amat menor oleh orang tuanya.

Sama halnya dengan audisi untuk mencari grup lawak baru yang kini tengah digelar Trans7. Grup lawak yang lolos audisi akan menjadi peserta Sekolah Menjadi Komedian. Ya, inilah sebuah upaya Trans7 untuk mencari komedian-komedian baru dan lebih segar, agar terjadi regenerasi komedian-komedian di Tanah Air.

Sejak beberapa pekan silam, gedung Trans7 selalu dipenuhi orang-orang yang sekilas terlihat aneh. Entah itu dari potongan tubuh, wajah, atau rambut. Mereka adalah para komedian yang hendak mengadu nasib agar bisa lolos menjadi peserta Sekolah Menjadi Komedian. Berbincang-bincang dengan mereka, amat jelas satu tujuan yang mereka ingin capai dengan mengikuti audisi ini: menjadi terkenal. Banyak juga perserta audisi yang sebenarnya tidak lucu. Tapi, kelucuan hanya menjadi modal. Senjata utamanya adalah percaya diri.

Namanya saja sekolah. Tentulah kepintaran bukan syarat utama masuk sekolah. Kalau sudah pintar, ya tak usah sekolah saja. Kira-kira seperti itulah prinsip yang ingin diusung Sekolah Menjadi Komedian. Karena itu, ada seorang guru komedi yang akan mengajarkan para peserta. Plus, guru penguji (Komeng, Nunung, Cak Lontong) yang akan menilai peserta setiap Minggu malam.

Selintas, televisi menjadi jalan pintas banyak orang menuju terkenal. Keterkenalan menjanjikan keberlimpahan materi. Dalam hal ini, televisi ibarat menjadi wahana bagi banyak orang untuk mengubah nasib dan jalan hidupnya. Pada titik inilah, televisi (baca: pengelolanya) dituntut pula untuk “bertanggung jawab” terhadap produk kesuksesan orang yang dibuatnya. Tak gampang memang. Sebab, banyak artis karbitan yang sejatinya belum siap mental menjadi tenar. Sedikit saja dia dikenal publik, tingkah polahnya berubah.

Tak mengapalah televisi menjadi wahana pengubah nasib. Toh, televisi sejatinya hanya sebagai jembatan dari kisah sukses seseorang yang sebenarnya secara takdir memang sudah ditetapkan oleh Tuhan. Jika memang seseorang itu dalam hidupnya kelak menjadi tenar dan kaya, percayalah, memang itulah yang sudah Tuhan gariskan untuk dirinya.

Kita baru saja melewati sebuah musim pengaduan nasib banyak orang untuk menjadi tenar dan kaya. Wujudnya bukan televisi, melainkan DPR. Mirip dengan orang yang mengikuti audisi di televisi, para caleg sebenarnya juga menjadikan DPR sebagai wahananya. Sayangnya, DPR jauh lebih ganas ketimbang televisi. Jika gagal audisi di televisi, rasanya tak akanlah seseorang menjadi terganggu jiwanya. Tapi, gagal meraih kursi dewan, begitu banyak caleg yang sinting.

Jika audisi menjadi wakil rakyat hanya sekali dalam lima tahun, maka audisi menjadi bintang televisi bisa berkali-kali dalam setahun. Plus, stasiun televisi yang mengadakannya juga tak cuma satu. Jadi, tunggu apa lagi. Ayo beramai-ramai mengadu nasib dengan cara ikut audisi program televisi. Lolos dijamin tenar, gagal digaransi tidak jadi gila!!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun