Memang ada yang menyarankan cuci tangan dengan cara menuangkan air di kulit durian. Kulit durian digunakan sebagai kobokan. Ada juga untuk menghindari pusing dan bau dengan cara minum air dari kulit durian tersebut. Tapi saya lebih sering cara makan ala Prof David. Dan cuci tangan seperti yang ditunjukkan penjual durian di Medan.
Berbeda lagi cara menaklukan makan  durian di daerah lain. Saat saya jalan-jalan ke daerah Salatiga, Kopeng dan sekitarnya, saya sempatkan makan durian. Memang saat itu sedang musim juga.Â
Saya tertarik untuk berhenti dan menghampiri penjual di pinggir jalan karena itu durian lokal. Yang menarik, si penjual durian tersebut selain menjajakan durian juga punya penawar rasa pusing dan mual  kalau terlalu banyak makan durian.
 "Tak usah takut makan banyak, tidak akan pusing dan mual. Saya punya penawarnya," kata penjualnya.
"Baiklah," kata saya.
Saya sengaja memakan durian cukup banyak untuk membuktikan bahwa penawar yang akan ditawarkan penjual durian tersebut bekerja dengan baik. Saya tidak gunakan cara Prof David. Saya memang ingin menguji penawar dari penjual durian tersebut.
Karena ukuran buahnya besar-besar saya makan duah buah saja, sendiri. Saya makan tidak dengan metode Prof David. Saya ingin menguji penawar dari si penjual durian. Setelah selesai makan durian, si penjual durian memetikkan daun. Lalu menyuruh kami untuk makan daun itu dua lembar saja.
"Makanlah daun ini," kata si penjual durian.
" Daun apa ini?" tanya saya.
"Daun Afrika, atau daun sambung nyawa. Makanlah, nanti rasa pusing dan mual akan hilang," kata si penjual durian. Â Â
Daun Afrika memang terkenal sebagai daun untuk meperlancar peredaran darah. Bagi yang biasa dengan obat-obatan herbal, cukup akrab dengan jenis daun ini. Setelah saya kunyah dua lembar daun Afrika, rasanya pahit sekali.Â