Mohon tunggu...
Situt Saputro
Situt Saputro Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

@situt.04

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Filosofi Gondrong: Sebuah Panduan untuk Staf Khusus Millenial

23 April 2020   00:43 Diperbarui: 23 April 2020   00:42 2421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
bestkartun.blogspot.com

Barangkali dewasa waktu ini jagat dunia maya Republik Indonesia mendadak ramai menanyakan peran dan tugas staf khusus presiden yang dihuni para pemuda millenial. Sebuah strategi dan harapan yang dirancang bapak presiden Yang Mulia untuk menyelaraskan program pemerintah agar sesuai dengan konteks dan keinginan tuntutan zaman millenial. 

Namun, bak cinta bertepuk sebelah tangan, harapan sangatlah jauh dari kenyataan. Alih-alih membuat gagasan perubahan yang massif dan membenggakan, para jajaran staf khusus seakan buta landasan fundamental bagaimana seharusnya berkerja atau bahkan lebih cocok tidak tahu arah orientasi seperti apa mekanisme peran dan kerjanya.

 Satu saran yang ingin saya sampaikan. Kalian para staf khusus tentu pernah muda bahkan barangkali menjadi bintang mahasiswa ketika zaman masih kuliah. Kalian bahkan mungkin pernah mempunyai teman laki-laki yang berambut gondrong, atau barangkali kalian sendiri pernah merasakan pengalaman itu? 

Setidaknya andaikata kalian tidak pernah merasakan pengalaman terbaik seorang laki-laki muda, atau tidak pernah mempunyai teman yang sejenis itu, mustahil kalian tidak pernah melihat mereka berkeliaran di gedung kampus atau setidaknya memergoki mereka yang sibuk nongkrong dari pagi sampai sore.

Mereka -- berambut gondrong -- yang seringkali termarginalkan dari pusaran akademik kampus, dan direduksi potensi hanya karena penampilannya yang keluar dari kaidah normal. Perlu kalian tahu, dibalik rambut gondrongnya yang tetap tumbuh menyimpan filosofi yang mungkin bisa menjadi landasan fundamental kerja kalian.

Pertama adalah berani beda. Menjadi pemuda sangatlah tidak mudah. Pemuda sering dikaitkan dengan perannya sebagai agen perubahan. Menjadi anomali jika perubahan yang akan dicapai tetap tidak bisa melepaskan diri dari status quo adat, budaya, kaidah, norma, aturan, gaya, atau lifestyle lama. Di sini peran dari folosofi tersebut. 

Para barisan pemuda gondrong yang telah disinggung di atas, sejak jauh-jauh hari telah memberikan semacam simbol informasi melalui rambutnya. Bahwa kalian dan kita semua sebagai pemuda harus berani tampil beda. Harus berani menantang status quo masyarakat. Atau seminimal mungkin keluar dari zona nyaman kalian kalau meminjam lirik lagunya Ari Lesmana, vokalis band Fourtwenty. Filosofi inilah yang harusnya kalian implementasikan di progam-progam pemerintah. Progam baru inovatif, bukan malah melestarikan kebiasaan rezim terdahulu dengan tangkap-tangkap masyarakat yang kritis.

Kedua adalah tahan banting. Menjadi gondrong tidaklah enteng. Cemoohan dan hujatan menjadi makanan bergizinya tiap kali masuk kelas kuliah. Dosen menghina, teman menghujat, ditambah tetangga yang kerap meremehkan. Katanya, mau jadi apa masa depan, kalau sekarang aja sulit mentaati aturan. 

Namun, bukan itu filosofi yang dapat dianut. Barisan pemuda gondrong tadi tumbuh dari kebiasaan. Terbiasa dihujat, mental psikisnya menjadi tahan banting. Tidak mudah bereaksi jika dihina, apalagi sekadar dikritik, sudah biasa. Inilah yang sehrusnya kalian tanamkan dalam diri kalian dan rekan kerja utama kalian, bapak presiden Yang Mulia.

Terakhir dan yang paling utama adalah visioner. Sejauh mereka menggondrongkan rambutnya, mereka telah merencanakan tentang masa depan dirinya selepas menjalani masa-masa indahnya, menikmati kebebasan setidaknya bentuk dan gaya rambutnya. Mereka pemuda-pemuda yang tumbuh dan tetap berjalan sesuai tugasnya tanpa memperhatikan ceomoohan di sekitarnya. 

Mereka hanya tau prinsip dan tujuan. Filosofi terakhir inilah yang harus diikuti kalian para staf khusus. Prinsip harus dimiliki, tujuan harus ditata dari mulai sekarang. Jangan mentang-mentang atas nama tokoh para millenial bisa kerja seenak jidat. Ditanya prinsip katanya asal kerja dan nyata, ditanya tujuan katanya entah kemana, ikut aja sama alur bapak presiden Yang Mulia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun