Mohon tunggu...
Teguh Ari Prianto
Teguh Ari Prianto Mohon Tunggu... -

Kabar Terbaru

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Debut

9 Oktober 2022   07:39 Diperbarui: 9 Oktober 2022   07:58 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berubah membaik. Photo: /www.brilio.net/

Bandung, 9 September 2022

Malam mengantarkan saya kepada sebuah kenangan, ketika saya diterpa kegelisahan karena menyaksikan keadaan sekitar kampung. Bencana yang menimpa, ketakutan karena pandemik Covid -19, menghantui setiap jiwa.

Dalam dunia ekonomi, perkantoran diliburkan, usaha orang bangkrut, karyawan di pecat, harga-harga malambung tinggi, arus barang terhambat, transportasi menjadi sulit. Bepergian kemana-mana adalah bahaya yang menakutkan bagi banyak orang.

Akhirnya, dalam sebuah kekompakan massal, semua memilih diam di rumah. Menghalau penyakit tanpa pergi ke dokter lagi karena khawatir malah tertular pandemi, sementara keadaan sakit terus menyerang tidak karuan.

Tidak ada lagi orang tempat bersandar di luar rumah sana. Kepada kaum ulama atau pemuka agama, saya menjaga jarak. tempat peribadatan sepi dengan gerbang-gerbangnya yang terkunci. Berkunjung kepada orang tua atau sanak saudara mengundang kecurigaan jangan-jangan membawa bibit wabah.

Dunia pendidikan, menerima imbas yang dahsyat. Kesempatan mengenyam pelajaran di sekolah, pupus karena semua ruang kelas tertutup rapat. Guru-guru ketakutan untuk mengajar. Siswa dikembalikan kepada masing-masing orang tuanya dan berharap mendapatkan bimbingan ibu bapaknya yang berkemapuan sedaanya saat membimbing anak belajar di rumah.

Bagi orang tua yang juga harus sibuk bekerja atau mengais rejeki saat pandemi, anak entah dititipkan kepada siapa. Kecemasan membuncah tiada arah. Kepastian keadaan akan berubah membaik, nyaris sulit diperoleh.

Sepi malam tiada terkira. Dalam keremangan hanya mampu mengurut dada. Memikirkan apa yang harus kutempuh melewati masa-masa sulit dan penuh keterbatasan bergerak ini.

Sementara dalam diri saya, melekat gelar kesarjanaan. Suatu predikat yang diperoleh dari hasil usaha melewati tantangan disiplin pendidikan tertentu. Diri dan gelar itu hanya bisa berdiam bersama dalam tanya yang juga tak kunjung usai.

Rasa frustasi, kesal, putus asa atau bimbang mengarungi hidup kerap merasuki diri dan terus menekan. Ketiadaan panutan, jauh dari para pemberi nasihat dan berjarak dengan orang-orang yang dulu sangat dipercaya. Hidup sunyi dan berjalan bersama kepasrahan.

Jarang orang bertemu muka, dunia maya diandalkan menjadi satu-satunya saluran pertemuan berbagai hal. Saya berteman dengan peranti komunikasi dan alat-alat kerja yang itu-itu saja. Dunia ini menjadi membosankan saat diri terjebak dalam ruang-ruang penat rumah. Home sweat home berubah bak neraka dalam dunia nyata.

Sesekali ada rasa tergerak lalu bingung mencari cara. Namun asa itu terus saya pelihara dan mendorongnya untuk diwujudkan. Percaya kepada doa-doa lalu terlintas pesan pesan orang tua dan petuah-petuah penuh maknanya yang dulu pernah terucap.

Ada yang terus terngiang dalam sisa-sisa tenaga yang saya miliki, saat orang tua dengan yakin berkata, bahwa suatu saat saya ini akan ditakdirkan menjadi orang hebat dan memberi bermanfaat kepada orang banyak, mandiri dari dorongan kemapuan sendiri. Seberat apapun langkah, itu jalan yang harus dilewati untuk sebuah sukses yang diidamkan.

Wajah ibu memacu deru qolbu. Ayah yang perkasa wajahnya memancar dalam kegelapan. Saat itu saya bangkit, mengejar segala kuasa yang mereka titipkan terakhir kalinya, bahwa saya mampu maju. Kebulatan tekad mengantarkan saya kepada perjalanan malam panjang. Jauh dari pagi, waktu tak bertepi.

Subuh mengetuk bahu. Mendorong bangkit raga untuk bersuci. Saya merasa sejuk menerpa suasana. Menyambut pagi dengan penuh harap.

Langkah kecil menyambangi alat kerja. Apa hendak dibuat, disusun dan berencana. Memandu jalan diri bertemu siapa saja yang mampu berbagi untuk suatu maksud hati bangkit dari keterpurukan.

Susah bukan kepalang. Keadaan memang belum sepenuhnya memberi peluang. Tetapi saya terus beranjak. Kawan lama, relasi baru, kenalan sepintas atau siapa saja ia yang ada dalam perbendaharaan nama orang-orang yang pernah saya jumpai, saya pilah dan ditemui. Ibu memberi pesan kepada saya, serap energi melalui jalan silaturahmi.

Jalan-jalan terjal saya lalui namun dengan hati tenang dan riang. Cahaya dan petuah orang tua menjadi penerang setiap kesulitan yang dialami. Keyakinan bahwa saya akan tiba kepada sesuatu yang ingin diraih semakin kuat. Predikat-predikat diri terus asa pacu, biar saja dia bekerja karena itu tanggung jawabnya.

Debut dalam waktu sejak masa-masa itu terlewati. Kini, satu tahun menandai perjalanan mimpi hidup yang ingin saya raih. Menengok sesekali ke belakang, rintangan begitu banyak menerpa. Tetapi itu semua berhasil saya lalui. Saya bersyukur dalam pancapaian ini. Saya menerima energi banyak untuk terus bergerak. Hari-hari ke depan semakin tergambarkan dan menyulut semangat bangkit.

Hari berbahagia, berbagi cerita melalui balutan surat cinta. Menyelami relung jiwa bagaimana ide-ide Komunitas Literasi Sinau Wong Kemlaka dulu tergagas. Kini dirinya hinggap pada capaian-capaian perkembangannya.

Saya menyertakan tulisan ini, sebagai bagian dari ungkapan yang hadir menjemput milad ke-1 Komunitas Literasi Sinau Wong Kemlaka Cirebon tahun 2022.

Tertanda, Ketua Forum Taman Bacaan Masyarakat Kota Bandung, Teguh Ari Prianto, untuk Sahabat Literasiku, Tri Handayani.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun