Mohon tunggu...
Sandy Sitorus
Sandy Sitorus Mohon Tunggu... PNS -

Senang untuk berbagi dan membantu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dukung Negara Perangi Hoaks dan Ujaran Kebencian

9 Juli 2018   10:40 Diperbarui: 9 Juli 2018   10:47 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hoaks maupun ujaran kebencian (hate speech) ataupun sejenisnya sangat marak bersebaran di media sosial. Jangankan sebagai Menteri Agama, sebagai warga negara Indonesia yang biasa-biasapun, rasanya sudah muak sekali melihat, membaca, mendengar, bahkan merasakan efek dari hoaks dan ujaran kebencian tersebut. Di sisi lain, dirikupun merasa malu terhadap kondisi ini. 

Tanpa kita sadari, banyak negara yang sedang mentertawai kondisi bangsa Indonesia. Berlagak pintar, ternyata pengetahuan hanya seluas tempurung, berlagak lebih tahu atau lebih bijak dari orang lain padahal hanya membaca berita sebatas judulnya saja.

Kejahatan itu muncul bukan dari niat pelaku nya saja, tapi  dari kesempatan yang ada. Begitu juga dengan hoaks, ujaran kebencian dan sejenisnya. Aturan dan hukuman tidak membuat jera para pelaku penyebar hoaks dan ujaran kebencian. Malah semakin mengurat ke berbagai generasi yang ada. Itu karena banyak peluang yang "mengizinkan" mereka melakukan tindakan keji tersebut. Perlu tindakan yang cerdas untuk mengantisipasi kondisi dan situasi ini.

Sebagai Menteri Agama, saya harus berpikir keras bagaimana mengubah attitude dan mindset para pengguna media sodial. Para pengguna media sosial terdiri dari beragam jenis status sosial; mulai dari mereka yang berpendidikan rendah, hingga para professor maupun intelektual yang muda maupun yang tua. Hal ini menjadi satu tantangan yang besar, dikarenakan untuk menghadapi keanekaragaman tersebut harus ada hal yang sama yang membuat mereka tertarik menggunakan media sosial tanpa memunculkan hoaks maupun ujaran kebencian.

Sebagai seorang Menteri Agama, harus bisa memposisikan diri sebagai user media sosial dan berpikir apa yang membuat mereka-mereka tertarik untuk  menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian. Ada beberapa alasan mengapa hoaks bisa tersebar cepat:

  1. Judul yang menarik, bersifat provokatif, tanpa membaca isi judul
  2. Kurangnya sumber berita untuk mengcross-check kebenaran berita tersebut
  3. Golongan tertentu yang berkepentingan yang memang bertujuan untuk merusak negara Indonesia

Masih banyak alasan lain yang membuat hoaks itu cepat menyebarkan. Sedangkan ujaran kebencian muncul ketika terjadi persinggungan dengan SARA (Suku, Agama, Ras, Antar Golongan) yang mereka dukung. Dari pernyataan di atas, bearti ada dua fokus yang menjadi poin utama untuk  menentukan strategi stop hoaks dan ujaran kebencian yaitu KONTEN BERITA dan SARA.

Teknologi Informasi harus dimanfaatkan seoptimal mungkin. Kalau negara luar memiliki hoaxes.org untuk mengklarifikasi berita-berita yang ada, Indonesia sebaiknya memiliki situs seperti itu, yang harus update tiap jam, tiap menit dan tiap detik. Setiap berita yang viral, menjadi tugas tim website tersebut untuk mengklarifikasinya sehingga masyarakat mendapatkan informasi yang tepat. 

Dan di situs tersebut, masyarakat mendapat peluang untuk meminta klarifikasi dari pemerintah. Website tersebut menjadi ajang komunitas para pembaca berita yang bijak dalam menanggapi informasi yang benar ataupun yang tidak benar.

Untuk bagian SARA, ini menjadi hal yang sensitif untuk diperbincangkan. Tak kenal maka tak sayang. Mungkin itulah yang menyebabkan, antar warga Indonesia dari berbagai SARA, tidak mengenal sifat dan budaya masing-masing. Tapi ketika mereka mengenal satu sama lain, mungkin mereka bisa memahami situasi dan kondisi yang ada sehingga etika (manners)  dalam berbicarapun bisa dijaga. 

Sekali lagi teknologi informasi harus dimanfaat kan. Sebuah situs Bhinneka Tunggal Ika harus diluncurkan. Situs berisikan keanekaragaman budaya dan bangsa Indonesia dari Sabang hingga Merauke disertai video yang menggambarkan kehidupan tiap daerah. Pembuatan ini bisa dijadikan ajang kompetisi buat para generasi muda untuk mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang daerah-daerah yang ada di Indonesia, sehingga semangat keBhinneka-Tunggal-Ika itu muncul di antara generasi zaman sekarang. 

Iklan-iklan yang mengandung unsur sindiran terhadap para pelontar ujaran kebencian harus digencarkan. Salah satunya misalnya mereka yang sedang melamar pekerjaan atau menerima beasiswa pendidikan ditolak aplikasi lamaran mereka, padahal sudah di akhir seleksi, setelah para juri mengecek keberadaan media sosial yang mereka miliki yang penuh dengan ujaran kebencian dan sebaran hoaks. Hal ini menjadi sanksi sosial buat mereka, para pelontar ujaran kebencian. Setiap track record ujaran kebencian mereka akan bisa dipantau oleh semua orang, sehingga itu menjadi satu penilaian buat mereka di dunia yang sebenarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun