Mohon tunggu...
Teddy Syamsuri
Teddy Syamsuri Mohon Tunggu... lainnya -

Ketua Umum Lintasan '66, Wakil Sekjen FKB KAPPI '66, Pendiri eSPeKaPe, Direktur Kominfo GNM dan GALAK, Inisiator AliRAN.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hearing Pergerakan Pelaut Indonesia dengan Panja UU PPTKILN Komisi IX DPR

1 Juni 2016   22:26 Diperbarui: 1 Juni 2016   22:44 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

2. Perlindungan Bagi TKI Pelaut

Perlindungan terhadap TKI Pelaut memang perlu terus diperkuat. Animo untuk bekerja sebagai pelaut di luar negeri cenderung terus meningkat. Termasuk permasalahan atau kasus yang terjadi trendnya juga cenderung meningkat. Peraturan yang mengatur mengenai penempatan dan perlindungan TKI Pelaut yang ada tergolong relatif baru.

Adanya Peraturan Kepala BNP2TKI No. 12 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perekrutan dan Perlindungan Pelaut di Kapal Berbendera Asing yang diterbitkan pada 10 April 2013, sebenarnya cukup menjadi penyelamat TKI Pelaut dari ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Karena belum adanya peraturan yang cukup memadai. Peraturan Kepala BNP2TKI tersebut tergolong emergency dan atau mendesak adanya, namun cukup menolong keberadaan TKI Pelaut yang bekerja di kapal-kapal asing. Kemudian pada 7 Oktober 2013 Menhub menerbitkan Permenhub No. 84 Tahun 2013 tentang Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal.

Seiring dengan semakin tingginya permasalahan atau kasus pada TKI Pelaut yang bekerja di kapal-kapal asing itu, kiranya tingkat perlindungan pelaut perlu terus diperkuat. Sebab sebagian pelaut mengeluhkan kondisi kerja pada umumnya kurang memadai, kompetensinya tidak memenuhi persyaratan ABK, agen penempatannya tidak terkontrol, gaji rendah malah ada juga yang masih dibawah standar upah minimum regional (UMR), serta kerapkali menjadi korban perompakan di luar negeri sehingga menimbulkan kasus internasional.

Keprihatinan demi keprihatinan dan kasus demi kasus nampaknya tidak bisa dituntaskan secara maksimal, karena memang mengurusi masalah pelaut itu tidak seperti membalik telapak tangan. Pemerintah yang aparatnya, terus terang saja, nampaknya masih miskin akan pengetahuan kepelautan sehingga tidak tertutup kemungkinan akan bersikap masa bodoh. Reformasi Birokrasi yang diperkuat dengan seruan Revolusi Mental, nyaris mandeg jika berurusan soal pelaut.

Ironisnya pengurus organisasi pelautnya (KPI/Kesatuan Pelaut Indonesia) yang diharapkan menjadi pembela mulai dari penempatan sampai perlindungan pelaut, juga tidak peka. Maka UU tentang Penempatan dan Perlindungan TKI Pelaut di Luar Negeri yang diakomodir dalam UU PPTKILN tersebut, dinilai sudah banyak yang tidak relevan dan perlu diperbaiki.

UU PPTKILN dalam pengaturan utamanya untuk perlindungan TKI Pelaut masih lemah, lebih banyak mengatur tentang penempatan TKI di luar negeri secara umum seperti TKI/TKW. UU yang ada selama ini dinilai masih belum maksimal dalam memberikan perlindungan bagi TKI Pelaut, terutama ketika berhadapan dengan hukum.

Banyak TKI Pelaut yang jadi korban penipuan, eksploitasi, kekerasan pekerjaan diatas kapal, diskriminasi, dan jerat hutang bagi pelaut yang batal naik kapal. Nampaknya mewarnai banyaknya kasus TKI Pelaut yang mengalami persoalan hukum, karena UU yang ada sekarang belum bisa memberikan perlindungan kepada TKI Pelaut ketika menghadapi semua permasalahan tersebut. Alhasil ketika TKI Pelaut yang lemah dan awam hukum tersebut berhadapan dengan hukum, namun karena UU PPTKILN belum mampu memberikan perlindungan maksimal sehingga dipandang perlu di revisi.

Paradigma perlindungan hak asasi manusia bagi TKI Pelaut sendiri, menuntut penempatan TKI Pelaut sebagai subyek dan bukan sebagai obyek. Perlindungan terhadap TKI Pelaut harus memberikan proteksinya mulai dari berangkat ke negara tujuan; selama bekerja di dikapal-kapal asing; hingga kembali lagi ke Indonesia. Perlindungan terhadap TKI Pelaut juga memberikan keadilan sosial, maupun meningkat peran Pemerintah Daerah yang bisa mengurus eksistensi TKI Pelaut didaerahnya agar tidak terjadi sentralistrik.

Selanjutnya perlu adanya aturan yang bisa mendukung pelaksanaan fungsi dari BNP2TKI yang bisa memenej TKI Pelaut. BNP2TKI kerap melakukan mediasi saat terjadi sengketa antara TKI Pelaut dengan perusahaan PPTKIS/PJTKI, namun rekomendasi yang diberikan seringkali diabaikan oleh perusahaan penyalur. Oleh karena itu, perlu penguatan aturan dan sanksi tegas bagi PPTKIS yang mengabaikan rekomendasi BNP2TKI.

Karena memang dalam UU PPTKILN tidak diatur mengenai waktu penyelesaian dan produk hukum penyelesaian oleh BNP2TKI. Selain itu tidak ada pengaturan bagaimana proses penyelesaian selanjutnya agar sengketa atau perselisihan TKI Pelaut dengan PPTKIS dapat menghasilkan putusan yang berkekuatan hukum dan berpihak pada TKI Pelaut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun