Mohon tunggu...
TauRa
TauRa Mohon Tunggu... Konsultan - Rabbani Motivator, Penulis Buku Motivasi The New You dan GITA (God Is The Answer), Pembicara Publik

Rabbani Motivator, Leadership and Sales Expert and Motivational Public Speaker. Instagram : @taura_man Twitter : Taufik_rachman Youtube : RUBI (Ruang Belajar dan Inspirasi) email : taura_man2000@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Tiga Kata Tersulit untuk Diucapkan

17 Agustus 2021   19:51 Diperbarui: 17 Agustus 2021   19:55 1210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pahami tiga kata tersulit untuk diucapkan (lpmdinamika.co)

Selama bertahun-tahun, bisa jadi banyak orang menyangka kalau tiga kata yang paling sulit untuk diucapkan adalah "Aku Cinta Kamu". Ya, entah darimana pastinya tiga kata itu menjadi tiga kata tersulit yang diucapkan. Tapi minimal, itulah pengakuan beberapa teman yang dulu mulutnya kelu ketika akan mengungkapkan cinta.

Tapi andaipun itu benar, bagi beberapa orang, tentu tidak berlaku untuk sekelompok orang lain. Bisa jadi di luar sana ada sekelompok orang yang dengan mudah mengatakan cinta kepada orang yang dicintainya dan begitu seterusnya.

Tapi tahukah Anda, kalau ternyata itu bukanlah tiga kata yang tersulit untuk diucapkan. Ya, ada yang lebih sulit dari mengatakan itu. Apakah tiga kata itu? Mari kita lihat lebih dekat.

Tiga Kata Tersulit Diucapkan

Seorang teman terlihat mengangguk-angguk ketika dosen menjelaskan. Saya mengamati teman tadi dengan saksama. Karena duduknya tidak jauh dari saya, ketika ada waktu yang tepat, saya bertanya dengan sedikit berbisik kepadanya, "Brader, kau paham apa yang disampaikan beliau..?" Jawabannya cukup terkesan berkelas, "Tentu saja..!, emangnya kenapa..!"

Saya belum puas dan kembali bertanya lagi, "Emang apa maksud yang dijelaskan beliau..?". Tiba-tiba dia tertawa kecil. "Intinya begini, brader. Aku paham. Tapi aku sulit menjelaskannya, paham kan..?" Jawaban itu langsung membuat saya balik kanan.

Menurut Anda, apakah teman saya tadi benar-benar paham? Kalau iya, mengapa dia tidak menjelaskan kepada saya? Kalau tidak paham, mengapa dia harus menganggukkan kepala seolah-olah dia paham penjelasan dosen itu? Rangkaian pertanyaan ini masih bisa kita teruskan lagi untuk mencari tahu kenapa dan seterusnya.

Jangan salah, apa yang terjadi dengan rekan saya tadi, sadar atau tidak sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Seorang karyawan bisa jadi mengangguk terhadap instruksi atasannya padahal dia belum tentu tahu apa yang dimaksud bosnya itu. Intinya, dia ingin menunjukkan gestur kalau dia tahu, titik.

Seorang suami bisa jadi mengangguk terhadap permintaan istrinya tanpa tahu dengan benar dan jelas apa yang dimaksud istrinya, pun begitu sebaliknya dan banyak contoh lainnya dalam hidup.

Ya, tiga kata tersulit untuk diucapkan itu adalah,

"Saya Tidak Tahu"

Ya, betapa sulitnya seseorang mengakui kalau dia tidak tahu. Padahal, sebagai manusia, sudah jelas kalau kita tidak mungkin mengetahui banyak hal. Bahkan, semakin kita mencari tahu, justru sebenarnya semakin terbongkar kalau banyak sekali hal yang tidak kita tahu.

Sebuah penelitian terhadap puluhan anak-anak di Inggris yang diberi pertanyaan dari sebuah soal cerita bahkan membuktikan, 76% dari mereka menjawab soal yang tidak ada jawabannya dengan begitu yakin kalau mereka tahu jawabannya.

Singkatnya, banyak orang begitu yakin kalau mereka tahu tentang banyak hal. Di lain sisi, banyak orang yang begitu takut atau sulit mengatakan kalau "saya tidak tahu" dalam banyak hal. Sebabnya bisa apa saja. Tapi poinnya adalah, kita seringkali merasa tahu lebih banyak di banding tidak tahu banyak hal.

Cirinya sederhana. Orang yang merasa tahu banyak hal begitu mudah melancarkan "serangan" kepada orang lain. Apa bentuk "serangannya" itu soal lain. Tapi mudahnya, ketika kita menyaksikan seseorang "menyerang" orang lain, maka jangan-jangan dia sudah menjadi pribadi yang "tahu banyak hal".

Sebagai renungan, lihatlah bagaimana seorang tokoh alim yang bernama Imam Malik ketika ditanya oleh muridnya tentang sebuah pertanyaan. Jawaban "tidak tahu" nya jauh lebih sering terdengar daripada jawaban "tahu" nya. Padahal, dia adalah satu dari sedikit ahli ilmu yang diakui keilmuannya di zaman itu. Singkatnya, dia lebih senang menjadi pribadi "tidak tahu" untuk kemudian terus menggali ilmu daripada "menjadi tahu" dan merasa lebih baik.

Lalu pertanyaannya, bagaimana dengan kita? apakah kita masih merasa tahu banyak hal sehingga dengan mudah menghakimi, merendahkan, mengkritik (destruksif) dan merasa lebih baik dari orang lain? Atau justru kita mulai sadar kalau kita sebaiknya harus sering mengatakan "aku tidak tahu" karena memang seperti itulah keterbatasan ilmu kita?

Ya, pilihan kita terhadap apapun pada akhirnya seringkali menentukan kualitas kita.

Semoga bermanfaat

Salam bahagia

Be the new you

TauRa

Rabbani Motivator

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun