Sebuah penelitian terhadap puluhan anak-anak di Inggris yang diberi pertanyaan dari sebuah soal cerita bahkan membuktikan, 76% dari mereka menjawab soal yang tidak ada jawabannya dengan begitu yakin kalau mereka tahu jawabannya.
Singkatnya, banyak orang begitu yakin kalau mereka tahu tentang banyak hal. Di lain sisi, banyak orang yang begitu takut atau sulit mengatakan kalau "saya tidak tahu"Â dalam banyak hal. Sebabnya bisa apa saja. Tapi poinnya adalah, kita seringkali merasa tahu lebih banyak di banding tidak tahu banyak hal.
Cirinya sederhana. Orang yang merasa tahu banyak hal begitu mudah melancarkan "serangan" kepada orang lain. Apa bentuk "serangannya" itu soal lain. Tapi mudahnya, ketika kita menyaksikan seseorang "menyerang" orang lain, maka jangan-jangan dia sudah menjadi pribadi yang "tahu banyak hal".
Sebagai renungan, lihatlah bagaimana seorang tokoh alim yang bernama Imam Malik ketika ditanya oleh muridnya tentang sebuah pertanyaan. Jawaban "tidak tahu" nya jauh lebih sering terdengar daripada jawaban "tahu" nya. Padahal, dia adalah satu dari sedikit ahli ilmu yang diakui keilmuannya di zaman itu. Singkatnya, dia lebih senang menjadi pribadi "tidak tahu" untuk kemudian terus menggali ilmu daripada "menjadi tahu" dan merasa lebih baik.
Lalu pertanyaannya, bagaimana dengan kita? apakah kita masih merasa tahu banyak hal sehingga dengan mudah menghakimi, merendahkan, mengkritik (destruksif) dan merasa lebih baik dari orang lain? Atau justru kita mulai sadar kalau kita sebaiknya harus sering mengatakan "aku tidak tahu" karena memang seperti itulah keterbatasan ilmu kita?
Ya, pilihan kita terhadap apapun pada akhirnya seringkali menentukan kualitas kita.
Semoga bermanfaat
Salam bahagia