Mohon tunggu...
TauRa
TauRa Mohon Tunggu... Konsultan - Rabbani Motivator, Penulis Buku Motivasi The New You dan GITA (God Is The Answer), Pembicara Publik

Rabbani Motivator, Leadership and Sales Expert and Motivational Public Speaker. Instagram : @taura_man Twitter : Taufik_rachman Youtube : RUBI (Ruang Belajar dan Inspirasi) email : taura_man2000@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ini 3 Kiat Menjadi Generasi Sandwich yang Bahagia

3 Desember 2020   07:17 Diperbarui: 3 Desember 2020   11:54 1200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pahami 3 kiat bahagia menjadi generasi sandwich (pixabay))

"Bahagia itu sekarang dan di sini, bukan nanti dan di situ" (TauRa)

Kalimat di atas adalah judul dari tulisan saya sebelumnya (silakan di klik dan baca kembali). Jika ada di antara kita yang belum merasakan menjadi generasi sandwich (menanggung generasi atas dan dibawahnya secara bersamaan dalam satu atau banyak aspek), maka persiapan sejak dini dalam segala aspek (finansial, mental dan sebagainya) tentu adalah sebuah keharusan.

Tetapi pertanyaannya, bagaimana kalau kita sudah terlanjut berada di dalam situasi menjadi generasi sandwich? adakah yang bisa kita lakukan? Kalau harus menjawab langsung, maka saya akan katakan, Banyak yang bisa kita lakukan.

Seorang teman pernah cerita bagaimana dia begitu kesulitan (khususnya finansial) karena harus membiayai ini dan itu, termasuk membiayai orangtuanya dengan segala tanggungan dan seterusnya. Belum lagi anak-anaknya yang mulai tumbuh besar dan seterusnya. Singkatnya dia bercerita kalau hidupnya "seolah-olah" terus mengalami kesulitan.

Saya yakin banyak orang yang mungkin mengalami situasi serupa meski tak sama. Lalu pertanyaannya, bagaimana cara kita agar bisa tetap menjalani hidup dengan bahagia meskipun sudah terlanjur menjadi generasi sandwich? Berikut adalah 3 kiat yang perlu kita renungkan bersama.

1. Orangtua (generasi di atas kita) dan Anak (generasi di bawah kita) Bukan Beban

Setelah teman saya tadi cerita panjang lebar, akhirnya dia pun ingin mendengar pendapat saya. Dengan sederhana saya bertanya sekaligus mengembalikan "isi kepala" nya ke tempat semestinya.

"Brader, apakah orangtua dan anak itu menurutmu adalah beban..?" Cukup lama teman saya tadi terdiam sebelum dia bisa menjawab pertanyaan saya tadi. Sejurus kemudian dia menggeleng.

"Kalau mereka bukan beban, mengapa kau harus mengeluh..?" sambung saya lagi.

"yang harusnya kau lakukan adalah, minta kepada sang Pencipta untuk dikuatkan dan diberikan rezeki lebih (dalam segala aspeknya), karena yakinlah, apa yang kau tabur sekarang, PASTI akan kau tuai nanti. Rasanya aku tidak perlu lagi menceritakan berapa banyak kisah-kisah sukses orang yang rela dengan sukacita memberikan yang terbaik untuk orangtuanya dan anaknya, dan pada akhirnya mereka mencapai puncak kajayaan beberapa waktu kemudian.."

Teman saya tadi terlihat datar di wajahnya sambil sedikit mengangguk. Saya tidak tahu persis apa yang ada dipikirannya (karena saya bukan peramal pikiran), tetapi yang jelas saya harus menyampaikan apa yang harus disampaikan ketika diminta.

Ingat, orangtua (generasi di atas kita) atau anak (generasi di bawah kita) itu adalah anugerah terindah dari sang Pencipta. Kita harus sadar sepenuhnya kalau mereka ada di dunia ini pasti dengan suatu alasan. Mereka bukan beban kita. Mereka adalah anugerah terindah.

Berapa banyak orang yang berusaha dan menginginkan mereka ada kembali ketika mereka sudah tiada? untuk itu sadarlah dan yakini kalau mereka itu bukan beban. Hanya kita saja yang belum menjadi "apa-apa". Jadilah "sesuatu", maka pasti kau akan merasa memiliki mereka adalah anugerah yang sangat luar biasa.

2. Nikmati

"Ada dua karunia yang harus kita syukuri dalam hidup yaitu : Karunia Memiliki dan Karunia Menikmati" (TauRa)

Mungkin nanti (kalau ingat), kalimat indah paporit saya ini akan saya jadikan tulisan terpisah. Tetapi intinya begini, banyak orang yang hidup hari ini hanya merasa hebat kalau dia sudah bisa memiliki sesuatu.

Dia punya rumah (karunia memiliki) dan bangga. Dia punya mobil mewah dan senang. Punya anak dan bahagia dan begitu selanjutnya. Tetapi ketika situasi menjadi tidak mudah, misalnya rumah terbakar, maka diapun sedih dan kecewa. Ketika mobil hilang diapun sedih dan kecewa. Wajar? tentu saja itu adalah manusiawi.

Tetapi coba bayangkan kalau dia menambahkan satu karunia lagi di setiap kepemilikannya, yaitu karunia menikmati, maka kalau mobil hilang, maka dia akan dengan tenang bilang, "ya sudah, kita juga sudah menikmati naik mobil itu selama 5 tahun, mungkin hilang karena Allah mau kita mengganti yang baru.."

Begitu juga dalam menjadi generasi sandwich, maka dia akan dengan ringan berkata "ya sudah, kita nikmati saja, mumpung masih ada orangtua, mari kita nikmati kebersamaan ini, biarkan aku harus bekerja keras asal orangtua dan anak (keluarga) semuanya bahagia. Allah pasti akan meridhai usahaku untuk membahagiakan semuanya". Pasti kalimat ini yang keluar jika paham tentang karunia menikmati.

Nikmati saja situasi kita saat ini, teman. Kalau situasinya sulit, maka yakin saja kalau tak ada hujan yang tak reda. Dan kalau situasinya menyenangkan, maka yakini juga kalau tak ada pesta yang tak usai. Singkatnya, semua situasi ini pasti akan berakhir cepat atau sangat cepat.

3. Syukuri 

Dalam beberapa kesempatan pelatihan, saya seringkali meminta peserta untuk mengingat kembali tentang hal apa yang bisa disyukuri hari ini. Coba list hal apa saja yang bisa kita syukuri hari ini.

- Bersyukur karena masih "dibangunkan" Allah pagi ini

- Bersyukur karena masih bernapas

- Bersyukur karena bisa beribadah

- Bersyukur karena masih kuat untuk pergi ke kamar mandi

- Bersyukur karena tubuh masih kuat untuk berdiri, berjalan dan bergerak dengan normal (karena berapa banyak orang yang bangun pagi dan terserang struk hingga tidak bisa lagi menggerakkan tubuh)

- Bersyukur karena masih bisa ke rumah ibadah

- Bersyukur karena bisa minum teh buatan istri

- Bersyukur karena masih bisa melihat orangtua, istri/suami dan anak

- Dan jutaan list yang mustahil kita uraikan semua

Coba bayangkan salah satu dari list ini hilang besok pagi? apakah Anda sudah siap? lalu kenapa Anda mengeluh hanya karena menjadi "generasi sandwich" ?

Came on, man! itu keluhan yang tidak seharusnya keluar dari orang-orang hebat. Di dalam buku "The New You" yang saya tulis, saya mengatakan kalau memang seseorang itu pasti akan mengeluh dengan tingkat kualitas dirinya. 

Kalau kualitas dirinya "kurang", maka wajar keluhannya pun "kurang berkelas", tetapi kalau kualitasnya "tinggi", maka kualitas keluhannya pun akan "berkelas".

Jadi silakan pikir sendiri, kita sering mengeluh dengan kualitas yang mana? Itu bisa jadi mengindikasikan kita sedang ada di kualitas seperti apa.

Jadi, kedepankan syukur maka hidup akan menjadi lebih nikmat dan bahagia.

***

Semoga 3 kiat ini bisa mengembalikan kita ke rel seharusnya jika kita keluar dari rel. Jika tidak, maka lanjutkan perjalanan kita sampai terminal pemberhentian selanjutnya. Sebelum tiba ke terminal, maka yakini selalu kalau orangtua/anak bukanlah beban.

Nikmati selalu kebersamaan dengan mereka dan syukuri apapun situasi kita saat ini. Berdoa dan minta dikuatkan dalam semua situasi maka kita (Insya Allah) akan menjadi pribadi "The New You" dalam setiap situasi yang kita hadapi.

Semoga bermanfaat

Salam

Be The New You

TauRa

Rabbani Motivator

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun