Beberapa musim ke depan kita akan kembali merayakan pestapora demokrasi yang secara prosedural ditandai dengan pemilahan umum (Pemilu), Pelaksanaan Pemilu 2024 sudah seharusnya dijadikan momentum untuk menguatkan sistem pemerintahan presidensial sekaligus mempercepat konsolidasi demokrasi. Pemilu 2024 juga diharapkan mampu menandai kelahiran pemimpin negarawan di semua level pemerintahan.
Realitas wajah politik Indonesia pasca reformasi masih menyisakan banyak bopeng yang secara berkala disebabkan oleh jangkitan penyakit akut yang dari generasi ke generasi terus tumbuh subur, yaitu korupsi, kolusi dan nepotisme serta berbagai spesies penyalahgunaan kekuasaan, beberapa dekade terakhir pemilu raya memperlihatkan pemilihan umum legislatif dan eksekutif dari pusat hingga daerah yang pernah diselenggarakan sebagai perwujudan demokrasi masih begitu langka melahirkan pemimpin yang negarawan untuk menuntun masa depan Indonesia keluar dari kemelut dan kegamangan berbangsa dan bernegara.Â
Harus diakui secara bersama bahwa Indonesia hingga saat ini masih surplus politisi namun fakir negarawan.
Hendricks dalam bukunya The Power of Intention memberi pesan kepada seorang pemimpin untuk melakukan pemurnian niat. Tanpa niat yang benar, seorang pemimpin akan berkubang dalam kesulitan bahkan kehinaan. Karenanya hal yang sama perlu dimiliki oleh seorang politisi yang negarawan untuk senantiasa memiliki niat dan komiten terbaik bagi bangsa dan negaranya.
Kesadaran sloganistis harus sudah dilampaui dan memunculkan kesadaran baru yang tidak lagi berhenti pada tahap mengagumi kemasan, seperti foto, kata-kata, dan tampilan yang meyakinkan, namun minim komitmen dan miskin upaya untuk menunaikan prinsip-prinsip subtansial bernegara, yaitu kemaslahatan umum seluruh warga bangsa. Â
Acap kali setiap mendekati musim pemilu, politisi seriing disibukkan dengan rutinitas kerja-kerja salon pencitraan yang mengurus make up, bedak dan gincu yang digunakan untuk merebut posisi kepemimpinan politik. Dan semuanya tentu saja membutuhkan biaya politik yang besar. Maraknya "politisi salon", merupakan cermin menguatnya kerja-kerja demokrasi yang semakin artistis namun miskin esensi.
Dengan realitas politik dan kondisi pasar demokrasi yang semakin dipenuhi agenda meng-edit diri, sudah harus menjadi kemestiaan untuk munculnya musim semi demokrasi yang ditandai dengan bermunculannya figur politisi yang negarawan
Secara substansi, tipikal sosok pemimpin yang negarawan akan memiliki dampak yang berbeda. Tipikal sosok pemimpin yang berkarakter negarawan memiliki sifat mengayomi dan memikirkan masa depan bangsa untuk menitipkan kecemerlangan pada generasi yang akan datang. Sosok negarawan memiliki idealisme yang kokoh dengan harga diri yang terjaga. Kehadirannya bagai seorang "ayah" mengantarkannya menjadi sosok yang bijaksana dan berpikir visioner untuk membangun masa depan peradaban yang elegan kepada anak cucunya.Â
Untuk mencapai visi ini, kehadiran sosok pemimpin negarawan senantiasa merangkul seluruh kekuatan (tanpa melihat perbedaan) untuk mencapai maksud yang dicita-citakan, yaitu kebahagiaan bagi seluruh umat. Seluruh tindakan dan kebijakannya berasal dari sebuah pemikiran dan pertimbangan yang matang. Kematangan pemikirannya terlihat dari pandangannya yang jauh ke depan untuk membangun kecemerlangan peradaban yang akan dititipkan pada generasi yang akan datang.
Satu di antara sedikit sekali nama politisi yang sekaligus negarawan adalah Amir Uksara, sosok politisi yang memegang kuat prinsip-prinsip kenegarawanan dengan tangan kepemimpinan yang mampu merangkul setiap heterogenitas identitas,dan kaki kekuasaan yang berdiri di atas semua kalangan dan lintas sektor. Pribadi paripurna yang patut diteladani khsususnya saat ini, saat musim pancaroba politik menimpa negeri kita. Amir Uskara adalah berlian dalam kedalaman batin politik negeri ini. Sang negarawan sejati, berlian dari bentangan laut timur Indonesia.
*Ditulis Oleh Taufiqurrahman, Ketua Gerakan Inisiatif Milenial dan Pemuda Madani (Ginmuda)Â