Mohon tunggu...
Taufiq Sentana
Taufiq Sentana Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan dan sosial budaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi pendidikan Islam. peneliti independen studi sosial-budaya dan kreativitas.menetap di Aceh Barat

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Berfikir Atomik: Seni Mencerdasi Kegagalan

26 Mei 2023   21:52 Diperbarui: 26 Mei 2023   22:09 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Kata pepatah, kegagalan adalah jalan memutar. Sering juga kita dengar bahwa kegagalan merupakan sukses yang tertunda. Mungkin saja kalimat tersebut hanya sebagai penghiburan. Namun yang pasti, hampir tak bisa kita menghindari kegagalan. Sehingga kita butuh perspektif dalam melihatnya.

Pada seri berfikir atomik ini, kita berupaya mencerdasi kegagalan sebagai suatu seni dalam penyelesaian persoalan.

Artinya, bisa saja kegagalan bukan suatu persoalan sebelum ia menjadi persoalan selanjutnya. Secara materiil, kegagalan bisa sangat merugikan si individu/keluarganya,  perusahaan atau kantor tempat kita bekerja.

Baca juga: Berpikir Atomik

Di beberapa tempat dan kultur, bisa saja toleransi terhadap kegagalan sangat tinggi. Mereka terbiasa berinovasi dan berproses dengan banyak kegagalan.

Kita tidak pernah betul betul menyadari bahwa atlet lompat galah dalam  olimpiade telah merasakan banyak kegagalan dalam latihannya, bahkan mungkin dalam lomba yang sejenis, hingga akhirnya ia menjadi juara.

Banyak bentuk dan wujud kegagalan. Ini berpulang pada prinsip nilai si individu dalam memandang hidupnya. Kadang juga dipengaruhi oleh keluarga dan nilai setempat. Misal, seorang masih dianggap gagal bila ia belum menjadi ASN, dst.

Baca juga: Atomik Kepemimpinan

Jadi, banyak dimensi gagal, sebagaimna banyak pula dimensi sukses. Kita kita bisa memandangnya dari perspektif yang berlainan.

Fokus pada Gambar Besar

Namun, diantara seni dalam mencerdasi kegagalan adalah tetap fokus pada gambar besar yang anda maksud. Atau kita bisa berkompromi dengan diri sendiri dan lingkungan kita terhadap suatu pencapaian.

Di samping itu, para psikolog sering menganjurkan istilah kompensasi saat anda gagal. Yaitu, mengambil sikap untuk bisa juara dan sukses di bidang yang lain yang mendukung kebahagiaan kita.

Tentu, kegagalan bukanlah secara khusus kita pilih. Kadang ada kondisi tertentu yang di luar alam sadar kita yang "membawa kita pada kegagalan. Ada hikmahnya.

Pada prinsipnya, pencipta kita (Allah swt)tidaklah Ingin Melihat kita gagal. Melainkan Dia ingin Melihat bagaimana kita bersikap dan bertindak melampaui kegagalan itu: dalam hal apa saja, pendidikan, keluarga, karir dsb.

Kegagalan akan memperluas cara pandang kita. Ia akan membuka kemungkinan baru sesuai kadar keyakinan kita untuk mencapai suatu maksud.

Boleh jadi maksud itu terus kita perjuangkan sampai level tertentu. Atau boleh jadi kita mulai menyadari bahwa maksud yang ingin kita capai itu belum tentu menjadi kebaikan untuk kita.

Sehingga kita tetap bisa fokus pada tujuan atau mencari dan melalui jalur lain untuk melampaui kegagalan itu. 

Lalu secara bertahap, menyusun ulang tangga tangga sukses itu secara individual dan sosial. 

Jangan Gagal Total!

Kita pun Menimbang kembali makna hidup dan nilai nilai yang kita anut, sambil terus mempertajam kesadaran untuk mengembangkan potensi demi kebaikan bersama dan kepentingan mulia. 

Itu diperlukan agar kita tidak gagal total. Ada sisi sisi mutiara hidup yang bisa kita biakkan menjadi keutamaan hingga sampai pada keabadian.

Inilah inti berfikir atomik saat terbentur dengan kegagalan. Inilah seninya!

Salam Bahagia!

*konsultan SDM. Penulis buku 99 Inspirasi Bahagia dan Buku Inspirasi 1000 Bulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun