Kita menyepakati bahwa manusia menjadi makhluk yang berfikir. Dengan bekal itu ia merasa mampu membuka semua tabir. Dengan akal  dan rasa ingin tahu manusia mencoba menangkap semua makna dari peristiwa dan gejala gejala. Sehingga dari pencarian itu ia ingin mencapai eksistensinya dan kebahagiaannya yang paling hakiki.
Hanya saja pencarian itu menjadikan manusia seakan mampu melampaui apapun. Tanpa bimbingan wahyu dan nabi nabi. Manusia menyangka ia telah sampai pada subjektivitas dan otentitasnya sendiri dengan jalan filsafat  dan paham kebebasan.
Maka muncullah kerancuan kerancuan dan benturan serta (mungkin)kejatuhan manusia, kebangkrutan peradabannya (dilema modernitas dan capaian teknologi).
Dari sini kita dapat memetik sepersekian tetes  kearifan yang Diselipkan Allah dalam Surat Al Fatihah. Yang berisikan awal (surat ini diawali dengan sifat Rahman dan Rahim Allah) dan akhir dari tabir (hidup) pencarian manusia. Tentang dirinya, keberadaannya, semesta, pencipta, keseimbangan, tujuan hidup, sengsara dan bahagia, tersesat atau selamat (berislam).
Oleh karena itu Al Fatihah menjadi Induk Alquran, menjadi Konklusi Utuh uraian Alquran tentang manusia dan seluruh peristiwa yang melingkupinya hingga ke alam Abadi.
Al Fatihah seakan menjadi hamparan "realitas" yang Allah tampakkan untuk kita jelajahi agar kita menyembahNya dengan segenap pengabdian dan keyakinan.