"Setahun rezim Prabowo-Gibran berjalan, tapi kenapa fokus kebijakan raksasa MBG yang justru mengabaikan mindset dan sanitasi sebagai akar masalah gizi?"
Kita sudah sampai di persimpangan. Setahun sudah sejak tongkat komando pemerintahan resmi berpindah tangan, dan kita sebagai warga negara yang selalu kepo tentu saja menghitung-hitung hasil panen kebijakan. Di tengah janji-janji transformasi dan lompatan kemajuan, lha kok ya program paling nyaring yang kita dengar dan paling menguras kas negara tetaplah Makan Bergizi Gratis (MBG). Program gede yang sejak mula kampanye sudah bikin dahi mengernyit.
Program ini bukan hanya soal urusan logistik dan anggaran triliunan. Ini adalah cerminan visi. Ketika pemerintah baru, dengan segala power dan kesempatan mengubah sejarah, memilih intervensi fisik yang populis alih-alih intervensi struktural yang fundamental. Kita patut curiga, jangan-jangan, mereka belum paham betul akar masalah bangsa ini.
Masalah stunting, yang diklaim akan diberantas habis-habisan oleh program raksasa ini, bukanlah sekadar urusan perut kosong. Stunting itu, nggak melulu tentang ketiadaan makanan, tapi tentang ketiadaan ilmu, mindset, dan sanitasi yang layak di dapur rumah tangga. Program MBG yang kini digeser sasarannya ke anak sekolah itu ibarat memberikan pemadam api untuk rumah yang sudah jadi abu. Itu terlambat. Dan yang lebih parah, itu salah tempat.
Baca juga:Â Mengapa Makan Bergizi Gratis Tidak Cukup untuk Cerdaskan Anak?
Izinkan saya ngegas sedikit, kenapa kebijakan yang didorong mati-matian di tahun pertama kekuasaan ini adalah solusi paling receh untuk masalah sekompleks stunting.
Mengapa Program MBG Sejak Awal Berbau Gagal Konsep?
Mari kita bedah kembali ilmu dasarnya. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh yang terbentuk selama periode krusial 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK), yaitu dari masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun. Kalau kekurangan gizi terjadi di masa ini, kerusakan fisiknya permanen, dan yang paling menakutkan, kerusakan kognitifnya irreversible.
Sekarang, kita melihat MBG menargetkan anak sekolah, yang rata-rata usianya sudah di atas lima tahun. Ini adalah intervensi yang offside parah. Kita menyalurkan triliunan dana untuk memberi makanan tambahan pada anak yang jendela emas pertumbuhannya sudah tertutup. Kita cuma menyediakan palliative care (perawatan untuk meringankan gejala) bukan curative care (perawatan untuk menyembuhkan).
Alih-alih menyasar ibu hamil dan balita, program ini sibuk mengurusi bekal anak SD—bahkan sampai anak SMA. Lha memangnya anak usia 7 tahun bisa kita balikin lagi jadi 1 tahun supaya bisa optimal menyerap nutrisi untuk pertumbuhan otaknya? Kan nggak. Fokus pada anak sekolah sebagai program flagship penanggulangan stunting di tahun pertama pemerintahan ini menunjukkan dua hal:
Pertama, gimmick politik lebih diutamakan daripada efektivitas kesehatan.