Mohon tunggu...
Taufiq Agung Nugroho
Taufiq Agung Nugroho Mohon Tunggu... Asisten Peneliti

Seorang bapak-bapak berkumis pada umumnya yang kebetulan berprofesi sebagai Asisten Peneliti lepas di beberapa lembaga penelitian. Selain itu saya juga mengelola dan aktif menulis di blog mbahcarik.id

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kejahatan Di Balik Hobi Lucu Bisnis Satwa Liar Indonesia

20 September 2025   08:44 Diperbarui: 20 September 2025   09:16 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kukang Jawa, satwa langka yang berpotensi diperjualbelikan (Sumber: 1001indonesia.net)

Kalau cuma bicara angka triliunan, mungkin banyak yang tidak peduli. Padahal, dampak perdagangan satwa liar jauh lebih parah dari sekadar kerugian finansial. Ini soal kerusakan yang menyentuh semua sendi kehidupan. Pertama, jelas, soal ekologi. Kehilangan satu spesies kunci bisa merusak seluruh rantai makanan. Kalau harimau Sumatra terus diburu, siapa yang akan mengontrol populasi babi hutan?

Kedua, soal kesehatan. Ini mungkin yang paling dekat dengan kita, apalagi setelah pandemi. Perdagangan satwa liar adalah jalur utama penularan penyakit zoonosis dari hewan ke manusia. Satwa yang diperjualbelikan seringkali dalam kondisi stres, dengan sistem imun yang lemah, dan dikumpulkan bersama-sama dari berbagai lokasi. Kondisi ini adalah "laboratorium sempurna" bagi virus untuk berevolusi dan melompat dari hewan ke manusia. Jadi, bisnis ini secara tidak langsung mempertaruhkan kesehatan kita semua.

Jangan Cuma Galak di Media Sosial, Kita Harus Punya Akal!

Mengatasi masalah ini tidak bisa hanya dengan "ayo lapor ke pihak berwajib" atau "jangan beli satwa dilindungi." Solusinya harus lebih dalam, lebih terstruktur, dan lebih radikal.

Solusi Inovatif: Pemiskinan Pelaku, Bukan Cuma Dibui

Para pelaku kejahatan ini sudah tidak takut dengan penjara. Yang mereka takutkan adalah kehilangan uang. Maka, solusinya adalah menghancurkan kekayaan mereka. Penegak hukum harus lebih fokus pada pelacakan aliran dana dan penyitaan aset, bukan sekadar menangkap satu-dua orang kurir.

Seluruh aset yang didapat dari bisnis haram itu harus disita dan dimanfaatkan untuk kegiatan konservasi. Jika para gembong bisnis gelap ini tahu mereka tidak akan bisa menikmati hasil kejahatan, efek jeranya akan jauh lebih besar.

Solusi Digital: Ajak Platform Media Sosial Ikut Tanggung Jawab

Pemerintah sudah tidak bisa lagi cuma mengimbau. Saatnya membuat aturan yang tegas. Platform-platform digital, seperti Facebook atau Instagram, harus diwajibkan untuk bekerja sama secara proaktif. Mereka harus mengembangkan sistem deteksi otomatis untuk mengidentifikasi unggahan yang mencurigakan.

Mereka juga harus bertanggung jawab penuh untuk memfasilitasi pelaporan dan memberikan data pelaku kepada pihak berwajib. Kalau mereka tidak mau? Beri saja denda yang nilainya lebih besar dari keuntungan mereka. Biar mereka kapok dan akhirnya mau serius.

Sudah Waktunya Kita Sadar, Ini Bukan Urusan Nanti

Perdagangan satwa liar bukan hanya tentang menjaga agar harimau Sumatra tetap ada di hutan. Lebih dari itu, ini adalah urusan kita semua. Ini tentang menjaga kekayaan alam, melindungi ekosistem, dan memastikan masa depan yang lebih aman dari ancaman pandemi. Kesadaran harus dimulai dari hal-hal kecil, dari menolak membeli satwa atau produknya. Dengan bergerak bersama, kita bisa memutus rantai kejahatan ini.

Sudah waktunya kita berhenti menganggap ini sebagai masalah "sepele" yang hanya diurus oleh dinas terkait. Terlalu banyak macan yang ompong, terlalu banyak satwa yang menderita. Kalau bukan kita yang bergerak, siapa lagi yang akan peduli? Ini bukan lagi urusan nanti. Ini urusan kita sekarang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun