Mohon tunggu...
Taufiq Agung Nugroho
Taufiq Agung Nugroho Mohon Tunggu... Asisten Peneliti

Seorang bapak-bapak berkumis pada umumnya yang kebetulan berprofesi sebagai Asisten Peneliti lepas di beberapa lembaga penelitian. Selain itu saya juga mengelola dan aktif menulis di blog mbahcarik.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Asa di Batas Nyawa

24 Februari 2025   07:23 Diperbarui: 10 Maret 2025   00:41 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pendaki di atas tebing (Sumber: Meta AI)

"Terperangkap di jurang Gunung Slamet dengan nyawa di ujung tanduk, ia berjuang melawan kegelapan yang nyaris merenggutnya—hingga fajar membawa harapan terakhir."

Udara pagi terasa dingin saat Marcel, Arya, dan Reza menginjakkan kaki di jalur pendakian Gunung Slamet. Langit masih bersih, seakan memberi restu pada perjalanan mereka. Marcel berjalan paling depan, matanya berbinar penuh semangat.

"Kita pasti bisa sampai puncak sebelum malam," katanya yakin, meski Arya mengingatkan, "Jangan terlalu terburu-buru, cuaca bisa berubah sewaktu-waktu."

Perjalanan mereka awalnya lancar. Pepohonan rindang melindungi dari terik, suara dedaunan yang tertiup angin menciptakan simfoni alam yang menenangkan. Namun, saat siang menjelang, awan kelabu mulai bergulung di langit. Udara menjadi lebih dingin, dan angin bertiup lebih kencang. Reza menoleh ke belakang, ekspresinya ragu.

"Kita harusnya sudah dekat dengan pos berikutnya. Kalau hujan turun, sebaiknya kita berteduh dulu," ucapnya.

Langkah mereka semakin berat saat kabut turun, menyelimuti jalur setapak dengan ketebalan yang mencekam. Marcel, yang biasanya percaya diri, mulai merasakan kegelisahan merayapi dadanya. Suasana berubah drastis—dari petualangan yang menyenangkan menjadi perjalanan yang menuntut kewaspadaan tinggi.

Satu langkah yang salah, dan segalanya bisa berakhir.

Tiba-tiba, tanah di bawah kaki Marcel terasa licin. Sebelum sempat memperingatkan yang lain, tubuhnya kehilangan keseimbangan. Arya dan Reza hanya bisa menatap dengan ngeri saat Marcel tergelincir, tubuhnya meluncur ke arah tebing. Suara dedaunan yang robek dan batu yang berjatuhan menggema di telinga mereka.

Lalu, sunyi.

Arya dan Reza saling berpandangan, ketakutan menyelimuti mereka. "Marcel?!" panggil Arya dengan suara bergetar. Tidak ada jawaban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun