Mohon tunggu...
Taufiq A. Gani
Taufiq A. Gani Mohon Tunggu... ASN di Perpusnas, Peneliti di Indonesia Digital And Cyber Institute (IDCI)

Pembelajar dalam menulis

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Artikel Utama

AI Masuk Perpustakaan, Bukan Lagi Mainan Pribadi

7 September 2025   07:40 Diperbarui: 7 September 2025   13:13 1778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di tengah rak buku klasik, generasi baru membawa cahaya digital. Perpustakaan kini berpadu dengan AI dalam genggaman. (AI  Generated/Freepik)

Tak Hanya Menyediakan” (Kumparan, 2025). Intinya sama: perpustakaan cerdas bukan sekadar efisiensi, tetapi layanan yang personal, adaptif, bahkan membangun relasi yang lebih manusiawi. AI Companion, misalnya, bisa hadir bukan hanya memberi rekomendasi bacaan, tetapi juga menyapa, memahami minat pembaca, bahkan mendampingi kegelisahan.

Refleksi-refleksi itu kini terasa semakin relevan. Pengalaman di forum maupun di kantor memperlihatkan bahwa adopsi AI tidak cukup berhenti pada percepatan kerja. Ia harus diarahkan menjadi kekuatan yang menjaga integritas nalar publik.

Menutup Jurang

Jurang adopsi AI di perpustakaan memang nyata. Banyak lembaga enggan mengambil risiko, lebih mudah membiarkan pustakawan bereksperimen sendiri ketimbang membangun infrastruktur dan kebijakan yang menuntut perubahan.

Namun pengalaman kami menunjukkan bahwa jurang itu bisa ditutup. Syaratnya ada dua: keberanian mengambil keputusan kelembagaan, dan kesediaan memberi ruang bagi pustakawan muda untuk berinovasi.

Saya percaya, AI tidak akan menggantikan manusia. Tapi ia bisa menjadi asisten terbaik bagi pustakawan yang penuh semangat. Tugas kita sebagai pemimpin adalah memastikan teknologi ini hadir dalam sistem kerja resmi, bukan sekadar jadi mainan pribadi.

Dalam opini saya “Batin Jadi Medan Perang” (Kumparan, April 2025), saya menulis bahwa ruang kesadaran manusia kini menjadi medan tempur paling strategis. Algoritma, narasi, dan disinformasi bekerja untuk membentuk cara kita berpikir. Dalam lanskap ini, perpustakaan tidak bisa hanya berperan sebagai penyedia informasi, tetapi juga sebagai benteng kognitif bangsa.

Maka, adopsi AI di perpustakaan bukan hanya soal efisiensi organisasi. Ia juga bagian dari strategi kebangsaan: menjaga integritas nalar publik di tengah pusaran perang kognitif global.

Di tengah derasnya arus teknologi, perpustakaan tidak boleh hanya jadi penonton. Ia harus ikut menata arah.

Pertanyaannya kini: apakah perpustakaan siap melangkah sejauh itu?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun