Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

The Death of Mainstream Media

12 Juni 2020   13:51 Diperbarui: 16 Juni 2020   09:15 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto ilustrasi diolah dari: freepik

Mas Randi, temannya mas Frans yang seorang web designer itu, lantas bercerita kepada saya tentang banyak hal yang saya tak pahami. Tentang rancangan konsep layout (wireframing), tentang bahasa program, atau tentang layout visual, dan lain-lain.

Menjelang jam 8 malam, kami pun akhirnya bersepakat untuk mengadakan pertemuan kedua dan ketiga, dan seterusnya, termasuk bayaran yang akan dia terima. Tugas mas Frans: membuat business plan..

Tetapi, ya Tuhan! Apa yang saya kuatirkan ternyata benar: angan-angan saya itu ternyata hanya mimpi belaka. Setelah sebulan berjalan, setelah pertemuan kami yang ke-empat, setelah business plan kelar, dan setelah saya hendak membayar DP untuk membuat design laman media, entah mengapa saya mendadak bimbang dan ingin meninggalkan rencana tersebut.  

Mengapa mimpi saya itu tiba-tiba bisa dikalahkan oleh rasa bimbang? Yang datang begitu cepat?

Musababnya adalah: karena saya membaca beberapa artikel. Ya! Gara-gara saya membaca artikel!  

Usai beberapa kali pertemuan dengan Frans dan mas Randi, saya tiba-tiba menjadi rajin mengunjungi blog-blog dan membaca-baca artikel yang membahas tentang media sosial, AdSense, algoritma dan yang paling sial ketika (suatu hari) saya menemukan artikel yang mengisahkan detik-detik bagaimana media yang dia kelola menjadi rontok. 

Dia memang harus memutuskan menyudahi bisnisnya jika tak ingin semakin terjerembab. Musababnya tak lain dan tak bukan adalah seretnya bahan bakar untuk memanasi mesin yang menggerakkan media-nya. 

Investornya tak lagi percaya bahwa mereka akan menangguk untung dari media yang selama ini mereka hidupi. Di saat yang sama, pemasukan iklan juga seret. Tak ada lagi yang bisa dijadikan sandaran hidup!

Iklan memang menjadi sumber nutrisi utama media-media online. Bersama berita-berita yang disuguhkan kepada publik, mereka juga menyajikan iklan dari pemesan, dan pemesan lah yang membayar ruang iklan itu. 

Tetapi, setelah ada Google AdSense, banyak pemesan (industri) kini berupaya mengalihkan iklannya ke AdSense. Mereka membayar ke Google, dan pemilik media mendapatkan pembagian untung dari Google.

Dengan senjata algoritma yang bekerja 24 jam tak pernah berhenti, mereka mengumpulkan informasi personal pengguna media sosial, dan membuat mereka merubah strategi pemasaran. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun