SATU sore, saat bis merayap pergi. Menuju Busan.
Surat yang kamu tulis lima bulan yang lalu di kertas folio itu kembali kubaca berulang-ulang. Sejak aku di sini, waktu terus menyiksaku dengan rindu.
Rinduku itu seperti sajak cinta yang dibaitkan. Seperti nyanyi yang disenandungkan.
Seperti pandang yang kau berikan di bawah pohon kersen..
Mengapa wajahmu tak mau pergi?
Apakah mungkin aku yang salah karena aku terlalu rapi menyimpan cinta itu di tempat paling ujung bernama hati?
Atau, apakah aku adalah tipe laki-laki yang mudah rapuh?
Atau, barangkali aku lupa, bahwa rinduku adalah rasa yang menipu ...
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!