Bareskrim Polri kembali menunjukkan komitmen menjaga negeri dan wibawanya. Seperti diberitakan beberapa media, salah seorang warga Way Kanan, Lampung, SF (35) ditangkap Bareskrim pada Rabu (21/2). Ia diduga menerbarkan hoaks dan konten SARA melalui grup WhatsApp dan media sosial. Terduga pelaku mengunggah informasi bohong alias hoaks soal mantan Presiden Megawati Soekarnoputri yang meminta pemerintah meniadakan azan di masjid karena berisik.
SF sudah dibawa ke Jakarta pada Jumat (23/2/2018) untuk diperiksa lebih lanjut atas perbuatannya.
"Pelaku SF ditangkap di rumahnya, Jalan KS Tubun Taman Asri Baradatu, Way Kanan, Lampung. Selain mengamankan pelaku, kami juga menyita barang bukti HP Evercross B74 hitam, simcard simpati, fotocopy KTP," kata Kasubdit Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Irwan Anwar di Bareskrim Polri, Cideng, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Sebelumnya, hanya berselang beberapa hari, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri juga menangkap seorang guru SMA di Banten. Oknum guru itu diduga mengunggah berita bohong tentang PKI melalui akun facebook.Â
"Telah dilakukan penangkapan terhadap pelaku penyebaran berita bohong berupa konten adanya '15 juta anggota PKI dipersenjatai untuk Bantai Ulama'," kata Polisi.
Setelah ditangkapnya SF dan oknum guru itu, Direktur Tindak Pidana Siber Polri Fadil Imran mengatakan dan mengimbau agar masyarakat lebih bijak dalam bermedia sosial. "Think before click," katanya.
Jika bisa, ingin sekali aku menjabat tangan pak Fadil untuk menunjukkan rasa terimakasih dan penghargaan yang tinggi untuk setiap usaha menjaga negeri. Â
"Think before click" adalah ajakan bijak bagi para pengguna media sosial saat ini. Pesan itu menjadi sangat berarti dan penting di tengah-tengah jaman yang serba bias konfirmasi dan sesat logika seperti sekarang. Â
Isu agama masih menjadi salah satu isu paling sensitif di negeri ini. Sedikit salah mengelolanya, isu bisa membuat umat tersinggung dan berpotensi membangkitkan amarah.Â
Ketika emosi agama disinggung, kita hampir tak bisa membedakan mana fitnah dan mana fakta, mana benar dan mana salah. Semua melebur-lebur jadi satu. Bisa jadi kita sangka abu-abu, padahal yang benar adalah putih kehitaman. Gara-gara sesat logika, kita mentolo menikam kawan sendiri.
Saya merasa eneg melihat Ibu kota menjadi ajang unjuk rasa besar-besaran. Maka, untuk anda para penebar hoaks, pikirkan matang-matang sebelum click, apakah informasi yang anda kirim akan menyinggung agama tertentu? Apakah umat akan marah? Apakah anda senang dengan unjuk rasa? Atau, jangan-jangan anda malah senang ketika kata-kata "kafir" diumbar dan disematkan kepada saudara-saudara sendiri?