"Jangan panggil Mama kafir." Ia terdengar seperti peringatan, tapi juga doa; seperti amarah yang akhirnya menemukan bentuknya dalam cinta. Dari judulnya saja, film ini sudah menuntut keberanian --- bukan hanya bagi penontonnya, tapi juga bagi siapa pun yang pernah merasakan getirnya hidup di antara dua keyakinan.
Sinopsis
Maria, seorang perempuan Nasrani, bertemu Fafat, seorang pria Muslim, pada malam Natal di gereja. Cinta muncul, mereka menikah meski berbeda agama. Dari pernikahan lahir anak, Laila, yang sejak lahir dijanjikan ayahnya akan dibesarkan sebagai Muslim. Namun Fafat meninggal dunia saat Laila masih bayi, tinggal Maria sebagai ibu tunggal.
Maria berjuang untuk menepati janji mendiang suaminya untuk mendidik Laila dalam ajaran Islam. Tantangan muncul dari Umi Habibah, ibu Fafat, yang merasa bahwa Maria belum cukup dalam pengajaran agama terhadap Laila, sehingga mengajukan gugatan hak asuh. Klimaks emosional diraih saat Laila, dalam proses persidangan atau konflik keluarga, mengucapkan kata yang menjadi judul film: "Jangan panggil Mama kafir".
Tema & Nilai
Toleransi lintas iman: Konflik antara nilai agama, keyakinan pribadi, dan apa yang dianggap "cukup" oleh lingkungan sekitar.
Kasih ibu dan identitas anak: Perjuangan seorang ibu mencintai anaknya dan mengasuhnya sesuai janji, meskipun berat secara sosial dan emosional.
Hak asuh dan norma sosial: Bagaimana masyarakat dan keluarga memandang hak seorang ibu non-Muslim dalam mendidik anak, terutama dalam konteks agama Islam dalam keluarga suami.
Kelebihan & Tantangan
Kelebihan:
Cerita yang dekat dengan kenyataan --- banyak orang bisa merasakan konflik antar iman atau perbedaan keyakinan dalam keluarga.
Akting Michelle Ziudith dianggap kuat dalam memerankan Maria. Perannya sebagai ibu tunggal yang penuh pengorbanan, sabar, dan emosi dalam dilema.
Konflik emosional dibuat realistis dan penuh nuansa, tidak hanya hitam-putih.
Tantangan:
Tema lintas iman adalah isu sensitif di Indonesia: film ini harus hati-hati agar tidak memicu kontroversi atau salah tafsir.
Ada risiko bahwa sebagian penonton bisa melihat film ini sebagai "menghakimi" atau "memihak", tergantung bagaimana pendekatan film dalam menggambarkan sudut Umi Habibah dan lingkungan yang mendukung hak asuh.
Kepekaan narasi perlu dijaga agar tiap karakter tetap punya depth (kedalaman), tidak jadi karikatur, terutama karakter antagonis (jika ada).
Kesimpulan
Jangan Panggil Mama Kafir adalah film yang menjanjikan sebagai tontonan yang tidak hanya menghibur, tapi juga mengajak refleksi. Mengangkat tema toleransi, kasih ibu, dan kompleksitas agama dalam keluarga, film ini cocok ditonton oleh mereka yang suka drama berbobot yang memancing perasaan dan pemikiran.
Kalau kamu suka film yang ngena, yang bikin mikir dan mungkin keluar bioskop sambil merenung --- film ini layak masuk daftar. Tapi kalau penonton mencari hiburan ringan tanpa terlalu banyak berat di hati, siap-siapkan tissue dan hati dulu ya.
Judul & Info Singkat
Judul: Jangan Panggil Mama Kafir
Tayang: 16 Oktober 2025 di bioskop-bioskop Indonesia
Sutradara: Dyan Sunu Prastowo
Penulis skenario: Archie Hekagery & Lina Nurmalina
Produksi: Maxima Pictures & Rocket Studio Entertainment
Pemeran utama: Michelle Ziudith sebagai Maria, Giorgino Abraham sebagai Fafat, Elma Theana sebagai Umi Habibah, Humaira Jahra sebagai Laila
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI