Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Legenda, Kelapa, dan Ramayana di Tanah Lot

4 Oktober 2025   10:32 Diperbarui: 4 Oktober 2025   10:32 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanah Lot memiliki sejarah panjang sejak abad ke-16, ketika Dang Hyang Nirartha, seorang pendeta suci dari Jawa, melakukan perjalanan spiritual di Bali. Beliau membangun pura laut ini sebagai tempat pemujaan Dewa Baruna, penguasa laut. Dari sinilah lahir kisah legendaris tentang ular sakti berwarna belang hitam putih yang dipercaya sebagai jelmaan selendang sang pendeta. Hingga kini, ular tersebut diyakini sebagai penjaga spiritual Tanah Lot.

Rombongan pun berjalan menyusuri tebing menuju tepian laut. Di bagian bawah tebing terdapat goa kecil tempat bersemayam ular sakti tersebut. Bagi masyarakat, ular ini dipercaya sebagai penjaga pura dari pengaruh buruk. Sementara bagi wisatawan, kisah ini memberi nuansa mistis di balik panorama yang indah.

Bat bolong: dokpri 
Bat bolong: dokpri 


Setelah puas menikmati pantai, saya kembali mendaki anak tangga dan berbelok ke kiri menuju tempat lain yang tak kalah menawan. Dari pelataran berpagar kayu, pandangan langsung tertuju pada Batu Bolong---karang hitam dengan lubang alami di tengahnya, seakan menjadi gerbang laut yang tak pernah berhenti dibelai ombak putih.

Sore itu, langit biru membentang luas, cahaya lembut memantul di permukaan air, sementara pepohonan di tepi tebing menambah kontras keindahan panorama. Suasananya hening meski ombak terus berdebur, seolah alam sedang mengajarkan bahwa keindahan sejati lahir dari pertemuan keteguhan karang, kelembutan laut, dan langit yang lapang.

Di atas karang itu berdiri sebuah pura kecil yang anggun, sederhana namun sarat wibawa, dikelilingi pepohonan rindang. Pura di atas Batu Bolong seakan menjadi penjaga samudra, tempat doa bertemu dengan debur ombak dan langit biru.

Perjalanan pun berlanjut menuju De Djukung Resto. Sebuah baliho putih-biru menyambut hangat:


"Welcome to the 132nd IATP Conference Sunday Get-Together, 28 September 2025, Tanah Lot, Bali."

Di sisi kiri baliho tertera logo beberapa sponsor, sementara di kanan atas terpampang logo IATP (International Airlines Technical Pool).

Begitu tiba, suasana spiritual Tanah Lot berganti menjadi suasana kuliner. Gadis-gadis berbusana tradisional Bali menyambut ramah dengan suguhan sebutir kelapa muda yang batoknya diukir logo IATP. Penyambutan ini bukan sekadar minuman segar, melainkan simbol Bali sebagai kepulauan nyiur melambai. Setiap tamu merasa istimewa. Beberapa delegasi bahkan kagum, memperhatikan detail ukiran kelapa sebelum bersulang bersama.

Kelapa IATP: dokpri 
Kelapa IATP: dokpri 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun