Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Legenda, Kelapa, dan Ramayana di Tanah Lot

4 Oktober 2025   10:32 Diperbarui: 4 Oktober 2025   10:32 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah semua peserta kembali naik di Bus 14, Pak Wayan bercerita bahwa tujuan selanjutnya Sunday Get Together IATP adalah Tanah Lot. Di sana, rombongan akan menghabiskan senja hingga malam hari dengan menikmati makan malam.

Perjalanan dari Mengwi menuju pantai barat Bali memakan waktu sekitar satu jam. Maklum, walau jaraknya hanya sekitar 17 kilometer, jalan yang dilalui tidak terlalu lebar dan cukup ramai di akhir pekan. Sesekali, pemandangan sawah hijau bertingkat tersibak, rumah-rumah tradisional dengan gapura bata merah berdiri anggun, hingga pasar kecil di pinggir jalan tempat warga menjajakan buah dan bunga sesajen.

"Kita punya waktu untuk menikmati pantai sekitar satu setengah jam, setelah itu kita akan ke restoran untuk makan malam," ujar Pak Wayan.

Gerbang : dokpri 
Gerbang : dokpri 


Dari area parkir, rombongan berjalan bersama melewati deretan kios suvenir yang menjual kain, patung kayu, dan lukisan khas Bali. Suasananya riuh, namun penuh warna.

Tak lama kemudian, tibalah kami di gerbang Tanah Lot. Gerbang ini berbentuk candi bentar, gapura tradisional Bali yang terdiri dari dua bangunan kembar tanpa atap, seolah-olah terbelah menjadi dua. Arsitektur semacam ini melambangkan jalan menuju kesucian, batas antara dunia luar (sekala) dan dunia dalam yang lebih sakral (niskala).

Di sisi kanan dan kiri pintu terdapat arca penjaga berwujud raksasa dengan ekspresi garang, dihiasi ukiran emas. Figur penjaga ini berfungsi simbolis untuk menghalau energi negatif dan melindungi kawasan pura. Batu hitam yang digunakan merupakan batu padas vulkanik, khas bangunan suci di Bali.

Tanah lot: dokpri 
Tanah lot: dokpri 

Setelah menuruni puluhan anak tangga, hamparan laut biru pun tersibak. Di kejauhan, Pura Tanah Lot berdiri anggun di atas batu karang besar yang menjorok ke laut. Ombak bergulung dan pecah di sekelilingnya, sementara pura itu tetap kokoh, seolah tak tergerus waktu. Pura ini seakan tumbuh dari bongkahan karang, membuatnya tampak sakral sekaligus dramatis.


Langit cerah menambah kesan tenang, meski ramai pengunjung. Pura yang dihiasi pepohonan di bagian atas menegaskan harmoni antara alam, laut, dan tempat pemujaan. Tanah Lot bukan sekadar tempat wisata, tetapi juga simbol spiritualitas Bali dan keindahan alam yang berpadu dengan budaya.

Tanah Lot memiliki sejarah panjang sejak abad ke-16, ketika Dang Hyang Nirartha, seorang pendeta suci dari Jawa, melakukan perjalanan spiritual di Bali. Beliau membangun pura laut ini sebagai tempat pemujaan Dewa Baruna, penguasa laut. Dari sinilah lahir kisah legendaris tentang ular sakti berwarna belang hitam putih yang dipercaya sebagai jelmaan selendang sang pendeta. Hingga kini, ular tersebut diyakini sebagai penjaga spiritual Tanah Lot.

Rombongan pun berjalan menyusuri tebing menuju tepian laut. Di bagian bawah tebing terdapat goa kecil tempat bersemayam ular sakti tersebut. Bagi masyarakat, ular ini dipercaya sebagai penjaga pura dari pengaruh buruk. Sementara bagi wisatawan, kisah ini memberi nuansa mistis di balik panorama yang indah.

Bat bolong: dokpri 
Bat bolong: dokpri 


Setelah puas menikmati pantai, saya kembali mendaki anak tangga dan berbelok ke kiri menuju tempat lain yang tak kalah menawan. Dari pelataran berpagar kayu, pandangan langsung tertuju pada Batu Bolong---karang hitam dengan lubang alami di tengahnya, seakan menjadi gerbang laut yang tak pernah berhenti dibelai ombak putih.

Sore itu, langit biru membentang luas, cahaya lembut memantul di permukaan air, sementara pepohonan di tepi tebing menambah kontras keindahan panorama. Suasananya hening meski ombak terus berdebur, seolah alam sedang mengajarkan bahwa keindahan sejati lahir dari pertemuan keteguhan karang, kelembutan laut, dan langit yang lapang.

Di atas karang itu berdiri sebuah pura kecil yang anggun, sederhana namun sarat wibawa, dikelilingi pepohonan rindang. Pura di atas Batu Bolong seakan menjadi penjaga samudra, tempat doa bertemu dengan debur ombak dan langit biru.

Perjalanan pun berlanjut menuju De Djukung Resto. Sebuah baliho putih-biru menyambut hangat:


"Welcome to the 132nd IATP Conference Sunday Get-Together, 28 September 2025, Tanah Lot, Bali."

Di sisi kiri baliho tertera logo beberapa sponsor, sementara di kanan atas terpampang logo IATP (International Airlines Technical Pool).

Begitu tiba, suasana spiritual Tanah Lot berganti menjadi suasana kuliner. Gadis-gadis berbusana tradisional Bali menyambut ramah dengan suguhan sebutir kelapa muda yang batoknya diukir logo IATP. Penyambutan ini bukan sekadar minuman segar, melainkan simbol Bali sebagai kepulauan nyiur melambai. Setiap tamu merasa istimewa. Beberapa delegasi bahkan kagum, memperhatikan detail ukiran kelapa sebelum bersulang bersama.

Kelapa IATP: dokpri 
Kelapa IATP: dokpri 


Semilir angin laut membawa aroma asin samudra, mengingatkan semua orang bahwa jamuan malam ini digelar di salah satu lanskap paling ikonik di Bali.

Tak lama, suara gamelan Bali bercampur dengan nyanyian dan teriakan rombongan penari laki-laki. Mereka mengenakan kostum khas: kaos putih, kain kotak-kotak hitam putih, celana belang merah putih, serta properti kuda kepang berhias kepala barong. Gerakan mereka dinamis dan lincah, menyambut hangat rombongan senja itu. Sontak, para tamu mengabadikan momen penuh semangat tersebut.

Tarian: dokpri 
Tarian: dokpri 


Kami lalu diarahkan ke lapangan rumput terbuka, lengkap dengan puluhan meja bundar bertaplak putih, kursi berhias pita kuning, serta kelapa muda segar di tiap meja. Tamu-tamu mulai berdatangan, sebagian berbincang santai, lainnya sibuk berfoto atau menikmati suasana.

Outdoor: dokpri 
Outdoor: dokpri 


Di kejauhan, tenda panjang putih dengan tirai menjuntai menambah kesan resmi, namun tetap terbuka pada alam. Balon-balon lampion warna-warni siap menerangi malam begitu matahari tenggelam. Langit biru cerah dan pepohonan rindang melengkapi atmosfer segar nan elegan.

Seorang MC cantik menyambut dengan sapaan mesra, seakan menjanjikan malam penuh kehangatan di tepi pantai.

Menu buffet yang disajikan sungguh menggoda. Ada garden salad, sup tomat, ayam panggang, ikan fillet dengan lemon butter, hingga sate yang dimasak langsung di live cooking station. Penutupnya tak kalah istimewa: Balinese Klepon Cake dan es krim segar. Untuk minuman, tersedia pilihan mulai dari local wine, Bintang beer, hingga kopi Bali yang harum.

Puncak hiburan malam itu adalah pertunjukan seni tradisional Bali yang dimodifikasi modern. Rombongan pria berkain poleng duduk melingkar di panggung sambil meneriakkan "cak cak cak" tanpa henti, mempersembahkan drama Ramayana yang legendaris. Tepukan ritmis mereka berpadu dengan langit yang kian gelap, menciptakan suasana magis. Uniknya, sesekali penari juga menyelipkan dialog dalam bahasa Inggris yang menghibur penonton.

Sambil menikmati makan malam, para tamu dihibur dengan lagu-lagu nostalgia yang merdu.

Kembang api : dokpri 
Kembang api : dokpri 


Dan ketika malam mulai menggelayut, kejutan terakhir pun tiba: pesta kembang api. Cahaya warna-warni membelah langit pantai, memantul di permukaan laut, meninggalkan kesan mendalam.

Hari itu, Sunday Get Together bukan hanya sekadar acara kumpul. Ia menjelma menjadi rangkaian pengalaman utuh: dari kesejukan Pura Taman Ayun, keagungan Tanah Lot dengan legendanya, hingga jamuan penuh pesona di De Djukung Resto. Ada budaya, ada kuliner, ada kebersamaan---semuanya berpadu menjadi satu cerita indah yang akan tetap hidup dalam ingatan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun