Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kebijakan Moneter, Narasi Tentang Uang, Waktu, dan Stabilitas

4 Oktober 2025   06:39 Diperbarui: 4 Oktober 2025   06:39 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kebijakan moneter : skrinsyut 

Kalau bank sentral adalah masinis ekonomi, maka instrumen moneter adalah tuas dan tombol di ruang kendali. Ada empat yang paling sering kita dengar:
1.Operasi Pasar Terbuka (OPT): jual beli surat berharga oleh bank sentral untuk menyedot atau menambah likuiditas. Ibaratnya, ini seperti membuka atau menutup keran air dalam bak mandi uang.
2.Suku bunga acuan: angka yang jadi patokan bunga kredit dan tabungan. Naik sedikit saja bisa memengaruhi keputusan jutaan rumah tangga.
3.Giro Wajib Minimum (GWM): kewajiban bank menyimpan sejumlah dana di bank sentral. Semakin tinggi GWM, semakin sedikit uang yang bisa dipinjamkan ke masyarakat.
4.Intervensi nilai tukar: langkah bank sentral menjual atau membeli devisa untuk menjaga rupiah tidak terjun bebas.

Alat-alat ini digunakan sesuai situasi. Saat pandemi 2020, misalnya, banyak bank sentral menurunkan suku bunga hingga mendekati nol untuk menyelamatkan ekonomi yang hampir beku. Di sisi lain, ketika inflasi melonjak akibat harga energi pada 2022, bank-bank sentral di seluruh dunia berebut menaikkan bunga agar ekonomi tidak overheat.

Ekspansif atau Kontraktif: Dua Wajah Moneter

Ada dua wajah besar kebijakan moneter. Pertama, ekspansif: bank sentral melonggarkan aturan, menurunkan bunga, menambah likuiditas. Tujuannya menyuntikkan semangat ke ekonomi yang lesu. Kedua, kontraktif: bank sentral mengetatkan aturan, menaikkan bunga, mengurangi uang beredar. Tujuannya menahan inflasi dan mencegah ekonomi kepanasan.

Seperti dokter, bank sentral harus tahu kapan memberi obat perangsang dan kapan memberi obat penenang. Salah dosis bisa fatal. Terlalu ekspansif bisa bikin inflasi liar, terlalu kontraktif bisa mencekik pertumbuhan. Itulah mengapa bank sentral sering dituduh lamban, hati-hati berlebihan. Tapi dari sudut pandang mereka, kehati-hatian itu justru kunci menjaga ekonomi tetap seimbang.

Dampak yang Kita Rasakan

Mungkin kita bertanya, seberapa nyata dampak kebijakan moneter dalam hidup sehari-hari? Jawabannya: sangat nyata. Saat bunga kredit rendah, banyak orang berani mengambil KPR, membeli mobil, atau membuka usaha. Ekonomi bergerak, lapangan kerja terbuka. Sebaliknya, saat bunga tinggi, orang menahan belanja, perusahaan menunda ekspansi, ekonomi melambat. Stabilitas rupiah juga penting. Jika rupiah melemah tajam, harga barang impor melonjak, inflasi merembes ke dapur rumah tangga.

Inflasi bukan sekadar angka statistik. Ia adalah harga cabai, tarif listrik, ongkos angkutan. Ia bisa menentukan apakah sebuah keluarga bisa menabung untuk pendidikan anak atau justru habis untuk belanja harian. Karena itu, meski terdengar abstrak, kebijakan moneter sebenarnya mengatur ritme hidup kita.

Moneter dan Politik

Yang menarik, kebijakan moneter sering dikatakan "independen". Bank sentral harus bebas dari tekanan politik, supaya bisa mengambil keputusan rasional. Namun kenyataannya, politik selalu menyelinap. Presiden bisa tidak senang bila bunga terlalu tinggi menjelang pemilu karena membuat rakyat mengeluh. Pemerintah bisa mendesak bank sentral menurunkan bunga agar utang negara lebih murah. Di sinilah dilema terjadi: menjaga stabilitas jangka panjang versus tekanan politik jangka pendek.

Indonesia pun pernah merasakan dinamika ini. Bank Indonesia secara hukum independen sejak 1999, namun setiap keputusan suku bunga tetap menjadi headline politik dan ekonomi. Hubungan antara BI dan pemerintah ibarat tarian rumit: kadang harmonis, kadang penuh gesekan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun