Jika kita melihat struktur APBN, ada dua pos besar yang sering jadi perdebatan: infrastruktur dan subsidi.
*Infrastruktur: Pemerintah sejak era Presiden Jokowi fokus besar pada pembangunan jalan tol, pelabuhan, bandara, dan kereta api. Argumennya, infrastruktur akan meningkatkan daya saing ekonomi dan memperlancar distribusi.
*Subsidi: BBM, listrik, pupuk. Subsidi ini sangat dirasakan masyarakat, tetapi dianggap membebani APBN.
Mahasiswa sering dihadapkan pada dilema ini. Apakah lebih baik subsidi tetap besar demi menjaga daya beli rakyat, ataukah subsidi dikurangi untuk membiayai infrastruktur jangka panjang? Tidak ada jawaban tunggal, karena pilihan ini sarat muatan politik.
Kritik terhadap Belanja Birokrasi
Selain infrastruktur dan subsidi, ada juga kritik terhadap belanja birokrasi. Gaji pegawai negeri, tunjangan, perjalanan dinas, hingga belanja barang rutin sering dianggap terlalu besar.
Ada yang menyindir, APBN kita kadang lebih mirip "Anggaran Pendapatan dan Belanja Pegawai Negeri" daripada anggaran pembangunan.
Bagi mahasiswa, kritik ini penting untuk melihat bahwa kebijakan fiskal bukan hanya soal angka, tapi juga soal prioritas politik. Apakah anggaran lebih banyak untuk rakyat, atau untuk menjaga kenyamanan birokrasi?
Studi Kasus: APBN Sebagai Alat Politik
Tidak bisa dipungkiri, APBN juga alat politik. Menjelang pemilu, belanja sosial biasanya meningkat. Subsidi dinaikkan, bantuan tunai digelontorkan, proyek infrastruktur dikebut.
Secara teori, ini disebut political budget cycle: anggaran digunakan untuk membeli simpati rakyat. Bagi mahasiswa, penting untuk bersikap kritis: apakah kebijakan fiskal benar-benar demi rakyat, atau demi kepentingan politik jangka pendek?
Refleksi Mahasiswa
Memahami praktik kebijakan fiskal di Indonesia mengajarkan beberapa hal:
1.Sejarah menentukan arah Dari inflasi gila-gilaan Orde Lama, disiplin Orde Baru, hingga keterbukaan Reformasi, semua membentuk pola fiskal kita.
2.Fiskal bukan netral Setiap angka dalam APBN adalah keputusan politik.
3.Krisis selalu menguji 1998, 2008, dan pandemi 2020 membuktikan bahwa fiskal harus fleksibel tetapi disiplin.
4.Rakyat selalu di tengah Apapun kebijakan fiskal, ujungnya rakyat kecil yang merasakan dampak langsung.