Dengan reformasi ini, Indonesia relatif lebih kuat menghadapi krisis global 2008. Defisit tetap ada, tetapi terkendali.
Kebijakan Fiskal dalam Krisis Pandemi
Pandemi COVID-19 menjadi ujian besar bagi fiskal Indonesia. Pemerintah mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang secara khusus melonggarkan aturan defisit 3% PDB. Belanja kesehatan melonjak, bantuan sosial digelontorkan, dan insentif pajak diberikan untuk dunia usaha.
Defisit fiskal sempat menyentuh 6% PDB, tertinggi sejak Reformasi. Namun kebijakan ini dinilai perlu karena ekonomi terhenti akibat pembatasan sosial.
Bagi mahasiswa, pandemi memberi pelajaran penting: aturan fiskal tidak selalu kaku. Dalam situasi darurat, fleksibilitas diperlukan. Namun setelah krisis mereda, disiplin harus kembali ditegakkan.
Tantangan Penerimaan Pajak
Salah satu masalah klasik fiskal Indonesia adalah tax ratio yang rendah. Angka tax ratio kita hanya sekitar 10--11% dari PDB, jauh di bawah rata-rata negara berkembang lain yang mencapai 15--20%.
Masalahnya ada dua:
1.Basis pajak sempit Hanya sebagian kecil warga yang membayar pajak dengan benar.
2.Kepatuhan rendah Masih banyak praktik penghindaran dan penggelapan pajak.
Pemerintah telah melakukan reformasi, termasuk digitalisasi sistem pajak dan pembentukan Direktorat Jenderal Pajak yang lebih modern. Namun tantangan budaya dan politik membuat peningkatan tax ratio berjalan lambat.
Untuk mahasiswa kebijakan publik, ini adalah bahan refleksi: apakah sistem pajak kita sudah adil? Apakah pajak progresif benar-benar menyeimbangkan kesenjangan, atau justru lebih banyak ditanggung oleh kelas menengah?
Belanja Negara: Infrastruktur vs Subsidi