Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Teori dan Instrumen Kebijakan Fiskal

24 September 2025   19:51 Diperbarui: 24 September 2025   19:51 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebijakan Fiskal : skrinsyut 

Artikel 1

Fondasi Teori dan Instrumen Kebijakan Fiskal: Dari Kelas Teori ke Ruang Publik


Ada kalanya kita merasa bahwa topik kebijakan fiskal hanyalah urusan orang-orang berdasi di Senayan atau pejabat Kementerian Keuangan yang bicara dalam bahasa angka. Namun jika kita telisik lebih jauh, kebijakan fiskal sebenarnya hadir dalam hidup kita sehari-hari. Dari harga bensin di SPBU, biaya kuliah, pajak restoran yang muncul di nota, hingga subsidi pupuk untuk petani---semuanya adalah manifestasi nyata dari kebijakan fiskal.

Mungkin terasa membingungkan di awal, apalagi bagi mahasiswa yang baru masuk kelas Kebijakan Publik atau Ekonomi Pembangunan. Namun justru di situlah menariknya. Kebijakan fiskal adalah jembatan antara teori ekonomi yang kita pelajari di kelas dengan kenyataan yang dihadapi masyarakat. Mari kita coba membongkar fondasinya satu per satu, dengan bahasa yang tidak terlalu kaku, agar bisa jadi bahan kuliah yang sekaligus bahan renungan.

Apa Itu Kebijakan Fiskal?

Secara sederhana, kebijakan fiskal adalah cara pemerintah mengelola uang negara---baik yang masuk (penerimaan) maupun yang keluar (pengeluaran)---untuk mencapai tujuan ekonomi. Kalau kita ibaratkan negara sebagai rumah tangga besar, maka pemerintah berperan sebagai kepala keluarga yang harus memutuskan: berapa besar penghasilan yang bisa dikumpulkan, untuk apa saja uang dibelanjakan, dan bagaimana cara menutup kekurangan jika penghasilan tidak cukup.

Bedanya dengan rumah tangga biasa, pemerintah punya kekuatan lebih: ia bisa memungut pajak dari warganya, mencetak surat utang, bahkan dalam kondisi tertentu bisa mencetak uang (meski fungsi ini lebih banyak dijalankan oleh bank sentral).

Tujuan kebijakan fiskal biasanya dirangkum dalam tiga hal besar: stabilisasi, alokasi, dan distribusi.
1.Stabilisasi: menjaga agar ekonomi tidak terlalu panas (inflasi tinggi) atau terlalu lesu (resesi).
2.Alokasi: memastikan sumber daya dipakai untuk hal-hal penting seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur.
3.Distribusi: menyeimbangkan antara si kaya dan si miskin melalui pajak progresif atau subsidi.

Teori Klasik: Pasar Sebagai Penyelamat

Mari kita mundur ke abad ke-18, ketika Adam Smith menulis The Wealth of Nations. Bapak ekonomi modern ini percaya bahwa mekanisme pasar mampu mengatur dirinya sendiri. Ada "tangan tak terlihat" (invisible hand) yang akan membawa keseimbangan. Dalam pandangan klasik, pemerintah sebaiknya tidak terlalu ikut campur.

Kebijakan fiskal dalam kacamata klasik? Sesedikit mungkin. Pajak rendah, defisit harus dihindari, anggaran sebaiknya seimbang. Negara hanya perlu menyediakan fungsi dasar: hukum, keamanan, dan sedikit infrastruktur.

Bagi mahasiswa yang menyukai logika sederhana, teori klasik terasa meyakinkan. Tapi sejarah berkata lain. Pada 1930-an, dunia dihantam Depresi Besar. Pasar dibiarkan berjalan sendiri ternyata justru membuat pengangguran massal.

Keynesianisme: Negara Harus Turun Tangan

John Maynard Keynes hadir dengan pandangan berbeda. Menurutnya, ketika ekonomi lesu, masyarakat dan pelaku usaha enggan belanja. Kalau semua menahan diri, permintaan agregat anjlok, produksi turun, dan pengangguran melonjak.

Solusinya? Pemerintah harus berani belanja besar-besaran. Infrastruktur dibangun, proyek digenjot, gaji pegawai dinaikkan, bahkan kalau perlu pemerintah membuat defisit. Tujuannya bukan sekadar menggerakkan ekonomi, tetapi juga mengembalikan kepercayaan masyarakat.

Keynes juga memperkenalkan konsep multiplier effect: setiap rupiah yang dibelanjakan pemerintah akan memicu belanja tambahan di sektor lain, sehingga dampaknya berlipat ganda.

Di kelas kebijakan publik, teori Keynesian biasanya jadi favorit karena terasa relevan dengan kondisi negara berkembang: ada kemiskinan, ada pengangguran, maka negara perlu hadir.

Monetaris dan Kritik terhadap Fiskal

Namun sejarah tidak berhenti di Keynes. Pada 1970-an, banyak negara maju menghadapi stagflasi: inflasi tinggi bersamaan dengan pengangguran. Teori Keynesian dianggap gagal menjawab. Milton Friedman dan kaum Monetaris masuk dengan gagasan bahwa yang terpenting bukanlah belanja pemerintah, melainkan jumlah uang beredar.

Mereka menekankan disiplin fiskal: defisit harus dikendalikan, pajak jangan terlalu tinggi agar insentif investasi tetap ada. Fiskal tetap penting, tetapi jangan sampai jadi alat politik yang merusak stabilitas moneter.

Di Indonesia sendiri, semangat monetaris tercermin dalam aturan defisit anggaran maksimal 3% dari PDB yang kita warisi sejak Orde Baru. Aturan ini membuat APBN relatif terkendali, meski di sisi lain membatasi ruang gerak pemerintah dalam situasi krisis.

Instrumen Kebijakan Fiskal

Teori memang menarik, tapi bagaimana praktiknya? Ada dua instrumen besar dalam kebijakan fiskal: penerimaan dan pengeluaran.
1.Penerimaan (Revenue)
*Pajak: sumber utama penerimaan negara. Ada pajak langsung (PPh, PBB) dan tidak langsung (PPN, cukai).
*PNBP: penerimaan bukan pajak, misalnya dividen BUMN, royalti sumber daya alam, biaya perizinan.
*Hibah: meski kecil, hibah dari lembaga internasional juga tercatat.
Bagi mahasiswa, pajak mungkin terasa seperti beban. Tapi dari perspektif negara, pajak adalah jantung fiskal. Tanpa pajak, mustahil pemerintah bisa membiayai pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur.
2.Pengeluaran (Expenditure)
*Belanja rutin: gaji pegawai negeri, subsidi energi, belanja barang.
*Belanja modal: pembangunan jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit.
*Transfer ke daerah: dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dana desa.
Pengeluaran ini sering menjadi perdebatan: apakah subsidi BBM harus dipertahankan, atau lebih baik dialihkan untuk pendidikan? Apakah belanja birokrasi terlalu besar?
3.Defisit dan Pembiayaan
Ketika belanja lebih besar dari penerimaan, terjadi defisit. Pemerintah menutupnya dengan utang, baik domestik maupun luar negeri. Utang kemudian menjadi instrumen yang kontroversial: apakah utang adalah bom waktu, atau justru "vitamin" pembangunan?

Debat Panjang: Defisit, Utang, dan Generasi Mendatang

Salah satu topik favorit dalam kuliah kebijakan fiskal adalah soal utang. Mahasiswa biasanya terbelah: ada yang menganggap utang sebagai musibah, ada pula yang melihatnya sebagai peluang.

Dalam teori Keynesian, utang tidak masalah selama digunakan untuk hal produktif. Jalan tol, pelabuhan, dan sekolah bisa meningkatkan pertumbuhan di masa depan sehingga utang terbayar. Tapi dalam perspektif fiskal konservatif, utang harus hati-hati karena membebani generasi mendatang lewat bunga dan cicilan.

Indonesia sendiri punya pengalaman menarik. Krisis 1998 membuat utang melonjak. Reformasi fiskal dilakukan agar utang terkendali. Namun pandemi COVID-19 kembali memaksa pemerintah berutang besar. Pertanyaannya: bagaimana kita menilai kebijakan ini? Di sinilah mahasiswa perlu berpikir kritis, tidak hanya melihat angka defisit, tapi juga tujuan dan dampaknya.

Dari Teori ke Ruang Publik

Seringkali, mahasiswa bertanya: apa relevansi teori klasik, Keynesian, atau monetaris dengan kehidupan sehari-hari? Jawabannya sederhana: teori adalah lensa.
*Kalau kita menggunakan lensa klasik, kita akan mengkritik subsidi BBM sebagai pemborosan yang merusak mekanisme pasar.
*Kalau kita pakai lensa Keynesian, kita justru mendukung belanja pemerintah besar-besaran untuk proyek infrastruktur demi menggerakkan ekonomi.
*Kalau kita memakai lensa monetaris, kita akan mengingatkan agar defisit tidak kebablasan karena berisiko memicu inflasi.

Dengan kata lain, perdebatan teori bukan sekadar akademis, tetapi juga membentuk opini publik dan keputusan politik.

Refleksi: Mengapa Mahasiswa Perlu Memahami Kebijakan Fiskal?

Ada beberapa alasan mengapa kebijakan fiskal penting untuk dipelajari di bangku kuliah:
1.Membentuk Wawasan Kritis
Angka-angka APBN bukan sekadar data, tetapi cermin prioritas politik. Dengan memahami fiskal, mahasiswa bisa menilai apakah pemerintah lebih pro-rakyat atau pro-elite.
2.Menghubungkan Teori dengan Realitas
Apa yang kita pelajari di buku---tentang pajak, multiplier effect, atau defisit---semuanya ada wujudnya dalam kebijakan negara.
3.Mempersiapkan Generasi Pembuat Kebijakan
Tidak semua mahasiswa akan menjadi menteri, tetapi sebagian akan bekerja di birokrasi, DPR, atau lembaga riset. Pemahaman fiskal akan membantu mereka berkontribusi secara lebih cerdas.
4.Membangun Kesadaran Publik
Mahasiswa adalah agen perubahan. Dengan memahami fiskal, mereka bisa ikut menyuarakan kepentingan masyarakat, misalnya menuntut belanja pendidikan yang lebih besar atau subsidi kesehatan yang lebih adil.

Penutup

Kebijakan fiskal bukan sekadar laporan keuangan negara, melainkan sebuah arena di mana teori, politik, dan kehidupan rakyat bertemu. Dari teori klasik hingga Keynesian, dari pajak hingga utang, semuanya adalah bagian dari perdebatan panjang tentang peran negara dalam ekonomi.

Bagi mahasiswa, memahami fondasi teori dan instrumen kebijakan fiskal adalah langkah awal untuk bisa melihat lebih jernih: mengapa harga BBM naik, mengapa subsidi dikurangi, mengapa defisit dikhawatirkan, dan mengapa pajak harus dibayar.

Kelas kebijakan publik seharusnya bukan hanya soal menghafal teori, tetapi juga soal melatih kepekaan. Sebab di balik setiap angka APBN, ada wajah petani, buruh, guru, mahasiswa, dan rakyat kecil yang merasakan langsung dampaknya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun