Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Teori dan Instrumen Kebijakan Fiskal

24 September 2025   19:51 Diperbarui: 24 September 2025   19:51 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebijakan Fiskal : skrinsyut 

Instrumen Kebijakan Fiskal

Teori memang menarik, tapi bagaimana praktiknya? Ada dua instrumen besar dalam kebijakan fiskal: penerimaan dan pengeluaran.
1.Penerimaan (Revenue)
*Pajak: sumber utama penerimaan negara. Ada pajak langsung (PPh, PBB) dan tidak langsung (PPN, cukai).
*PNBP: penerimaan bukan pajak, misalnya dividen BUMN, royalti sumber daya alam, biaya perizinan.
*Hibah: meski kecil, hibah dari lembaga internasional juga tercatat.
Bagi mahasiswa, pajak mungkin terasa seperti beban. Tapi dari perspektif negara, pajak adalah jantung fiskal. Tanpa pajak, mustahil pemerintah bisa membiayai pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur.
2.Pengeluaran (Expenditure)
*Belanja rutin: gaji pegawai negeri, subsidi energi, belanja barang.
*Belanja modal: pembangunan jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit.
*Transfer ke daerah: dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dana desa.
Pengeluaran ini sering menjadi perdebatan: apakah subsidi BBM harus dipertahankan, atau lebih baik dialihkan untuk pendidikan? Apakah belanja birokrasi terlalu besar?
3.Defisit dan Pembiayaan
Ketika belanja lebih besar dari penerimaan, terjadi defisit. Pemerintah menutupnya dengan utang, baik domestik maupun luar negeri. Utang kemudian menjadi instrumen yang kontroversial: apakah utang adalah bom waktu, atau justru "vitamin" pembangunan?

Debat Panjang: Defisit, Utang, dan Generasi Mendatang

Salah satu topik favorit dalam kuliah kebijakan fiskal adalah soal utang. Mahasiswa biasanya terbelah: ada yang menganggap utang sebagai musibah, ada pula yang melihatnya sebagai peluang.

Dalam teori Keynesian, utang tidak masalah selama digunakan untuk hal produktif. Jalan tol, pelabuhan, dan sekolah bisa meningkatkan pertumbuhan di masa depan sehingga utang terbayar. Tapi dalam perspektif fiskal konservatif, utang harus hati-hati karena membebani generasi mendatang lewat bunga dan cicilan.

Indonesia sendiri punya pengalaman menarik. Krisis 1998 membuat utang melonjak. Reformasi fiskal dilakukan agar utang terkendali. Namun pandemi COVID-19 kembali memaksa pemerintah berutang besar. Pertanyaannya: bagaimana kita menilai kebijakan ini? Di sinilah mahasiswa perlu berpikir kritis, tidak hanya melihat angka defisit, tapi juga tujuan dan dampaknya.

Dari Teori ke Ruang Publik

Seringkali, mahasiswa bertanya: apa relevansi teori klasik, Keynesian, atau monetaris dengan kehidupan sehari-hari? Jawabannya sederhana: teori adalah lensa.
*Kalau kita menggunakan lensa klasik, kita akan mengkritik subsidi BBM sebagai pemborosan yang merusak mekanisme pasar.
*Kalau kita pakai lensa Keynesian, kita justru mendukung belanja pemerintah besar-besaran untuk proyek infrastruktur demi menggerakkan ekonomi.
*Kalau kita memakai lensa monetaris, kita akan mengingatkan agar defisit tidak kebablasan karena berisiko memicu inflasi.

Dengan kata lain, perdebatan teori bukan sekadar akademis, tetapi juga membentuk opini publik dan keputusan politik.

Refleksi: Mengapa Mahasiswa Perlu Memahami Kebijakan Fiskal?

Ada beberapa alasan mengapa kebijakan fiskal penting untuk dipelajari di bangku kuliah:
1.Membentuk Wawasan Kritis
Angka-angka APBN bukan sekadar data, tetapi cermin prioritas politik. Dengan memahami fiskal, mahasiswa bisa menilai apakah pemerintah lebih pro-rakyat atau pro-elite.
2.Menghubungkan Teori dengan Realitas
Apa yang kita pelajari di buku---tentang pajak, multiplier effect, atau defisit---semuanya ada wujudnya dalam kebijakan negara.
3.Mempersiapkan Generasi Pembuat Kebijakan
Tidak semua mahasiswa akan menjadi menteri, tetapi sebagian akan bekerja di birokrasi, DPR, atau lembaga riset. Pemahaman fiskal akan membantu mereka berkontribusi secara lebih cerdas.
4.Membangun Kesadaran Publik
Mahasiswa adalah agen perubahan. Dengan memahami fiskal, mereka bisa ikut menyuarakan kepentingan masyarakat, misalnya menuntut belanja pendidikan yang lebih besar atau subsidi kesehatan yang lebih adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun