Jejak Keris, Bayangan Istana
Kabar kemenangan armada Karebet di Laut Rembang menyebar cepat ke seluruh Demak. Pelabuhan Jepara yang semula dipenuhi wajah cemas kini bergemuruh dengan pujian. Para pedagang memuji keberanian Jaka Tingkir, menyebutnya titisan ksatria Majapahit yang bangkit kembali.
Namun di balik sorak gembira rakyat, istana menyimpan riak yang berbeda. Kemenangan Karebet justru membuat beberapa bangsawan resah. Seorang anak desa yang baru saja diangkat prajurit tiba-tiba mendapat nama harum, bahkan nyaris sejajar dengan para adipati yang bertahun-tahun berjuang menegakkan Demak.
Keris yang Membuka Luka
Di pendapa agung Jepara, Karebet menyerahkan keris rampasan kepada Tumenggung. Ukirannya jelas: lambang seekor naga melilit bunga teratai, tanda khas Adipati Jipang, Arya Penangsang.
Sejenak ruangan itu hening. Para pejabat saling pandang, sebagian menahan napas. Nama Arya Penangsang bukan sekadar seorang adipati---ia adalah darah bangsawan, keponakan Sultan Trenggana, sekaligus cucu Raden Patah, pendiri Demak. Menyebut namanya saja sudah bisa memicu gemetar politik.
"Apakah kau yakin keris ini milik Jipang?" tanya seorang pejabat dengan suara bergetar.
Karebet menatapnya lurus. "Saya tidak menuduh. Saya hanya menunjukkan apa yang saya temukan."
Jawaban itu terdengar sederhana, tapi menyimpan kehati-hatian. Karebet tahu, satu kata salah bisa menjadi jebakan. Menuduh darah kerajaan berarti menantang singa dalam kandangnya.
Bisik-Bisik Para Wali