Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Bertemu Luis de Camoes dari Makau hingga Lisboa

1 Mei 2025   16:14 Diperbarui: 1 Mei 2025   16:14 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Payung di atas pink street: dokpri 
Payung di atas pink street: dokpri 

Sekitar 15 menit kemudian, saya sudah kembali ke titik kumpul di dekat monumen. Nuno, pemandu kami yang ramah dan penuh semangat, melambaikan tangan. Ia mengajak kami berbicara santai di tengah lingkaran.
"Selanjutnya kita akan menuju Pink Street," katanya. "Tempat yang  dulu penuh dengan bar dan kehidupan malam yang agak... remang. Tapi sekarang? Instagrammable!"

Pink street: dokpri 
Pink street: dokpri 

Kami berjalan turun mengikuti arah menuju Cais do Sodr, menyusuri trotoar yang padat namun tak pernah terasa membosankan. Jalan yang kami lalui terasa berubah perlahan, dari klasik menjadi modern, dari sejarah menjadi gaya hidup kontemporer.
Pink Street terbentang di depan kami---jalan sempit dengan aspal merah muda menyala dan lengkungan lampu gantung. Di siang hari, warnanya seperti sisa mimpi semalam. Dulu, ini adalah kawasan hiburan malam yang terkenal "liar", tapi kini justru menjadi lokasi foto para influencer. Di dindingnya masih bisa kita lihat mural dan plakat peringatan tentang transformasi kawasan ini.

Pink street: dokpri 
Pink street: dokpri 

Nuno menjelaskan, "Dulu tempat ini tidak cocok untuk keluarga. Sekarang sudah beda. Tapi kalau malam... yah, tetap harus hati-hati."
Saya tersenyum. Sejarah kota ini tak pernah lenyap, hanya berubah bentuk.
Namun saya tak ikut sampai akhir tur. Ini hari Jumat, dan saya sudah niat untuk salat Jumat di Lisbon Central Mosque sementara waktu sudah menunjukan hanoi pukul 12.30 siang.
Dengan senyum dan isyarat ringan, saya berpamitan dari rombongan.
Saya menjabat tangan Nuno, pemandu yang sepanjang jalan membawa kami menjelajahi jejak sejarah dengan semangat dan ketelitian.

"Obrigado, Nuno. At logo," kata saya , sambil menyelipkan selembar euro ke dalam genggamannya---sebuah tanda terima kasih yang tulus, bukan sekadar formalitas.
Ia tersenyum hangat dan membalas,
"Boa continuao e tudo de bom para si."
(Semoga perjalanan Anda lancar dan segala yang terbaik untuk Anda.)
Saya mengangguk, lalu melangkah menjauh.

Saya kemudian berjalan menuju stasiun Cais do Sodr, titik temu tiga dunia: metro bawah tanah, kereta ke kota-kota lain di Portugal, dan pelabuhan kapal yang membawa orang-orang  melintasi sungai Tagus.

Stasiun ini tidak besar, tapi fungsional. Di sebelahnya, deretan bangku dan toko roti. Di depannya, dermaga kapal yang menyeberang ke Cacilhas. Di belakangnya, gerbang menuju jalur hijau metro Lisboa.

Masjid Lisboa: dokpri
Masjid Lisboa: dokpri

Saya naik Linha Verde (jalur hijau) menuju Baixa-Chiado, lalu berpindah ke Linha Azul (jalur biru) menuju So Sebastio. Tiket 24 jam yang dibeli tadi malam di bandara masih bisa dipakainya. Metro Lisbon bersih dan efisien. Penumpangnya beragam: pelancong, pelajar, pekerja.
Restauradores, Avenida, Marques de Pombal; Stasiun demi stasiun dilalui. Di dalam kereta, saya duduk diam, mencoba menghadirkan  bayangan Cames dan suara Nuno tentang revolusi, sejarah, dan cinta akan tanah air berdenting kembali di kepala.
Turun dari metro di Sao Sebastiao, saya menyusuri Avenida Ressano Garcia yang memiliki kaki lima yang lebar dan nyaman dengan pepohonan selama beberapa saat saja.
Saya akhiri cerita ini di depan masjid. Jemaah sudah sangat ramai dan melihat penampilannya. Seakan datang dari berbagai pelosok dunia yang mewakili luasnya koloni Portugis di jaman dahulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun